Kisah Kundungga, Nenek Moyang Kesultanan Kutai Kartanegara yang Kental Budaya Hindu

Avirista Midaada/Abriandi
Kundungga, raja pertama Kerajaan Kutai yang terpengaruh budaya India. (foto: ilustrasi/kemendikbud)

TENGGARONG, iNewsKutai.id - Kisah Kundungga, raja pertama Kerajaan Kutai, menarik diulas. Kundungga merupakan nenek moyang dari raja-raja Kesultanan Kutai yang pada perkembangannya menganut agama Islam.

Sesuai catatan sejarah, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua yang ada di Indonesia. Wilayah kerajaan yang saat ini berada di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur konon bernuansakan Hindu dan sangat kental dengan pengaruh budaya India. 

Sejumlah catatan sejarah menyebut jika salah satu anggota keluarga bernama Kundungga bahkan merupakan keturunan India. Namun, hal ini terbantahkan dengan bukti dan tafsiran sejarah di mana Kundungga tetap mempertahankan ciri-ciri orang pribumi Nusantara. 

Pengaruh India hanya menyentuh area budaya dan kepercayaan Kerajaan Kutai saat ini. Meski menjadi raja pertama, namun Kundungga konon bukan pendiri kerajaaan. 

Alasannya, pengertian keluarga raja pada waktu itu terbatas kepada keluarga kerajaan yang telah menyerap budaya India di dalam kehidupan sehari-harinya. 

Prasasti yang ada mengisahkan, penyerapan budaya itu mulai terlihat pada waktu Aswawarman, anak Kundungga, menjadi raja. Aswawarman menggunakan nama yang berbau India, sebagai nama pengenalnya.

Dalam buku "Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno" yang dianggap sebagai pendiri keluarga raja adalah Aswawarman, dan bukan Kundungga.

Nuansa budaya Hindu yang kental membuat kondisi sosial kerajaan terikat dengan peraturan kasta yang ketat. Dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Kutai, seseorang yang telah tercemar dan dikeluarkan dari kasta, dapat diterima kembali masuk ke dalam kastanya. 

Setelah melalui upacara penyucian diri yang disebut vratyastoma. Melalui upacara yang cukup berat ini, segala macam kesalahan, dan dosa yang dilakukan anggota kasta dapat dihapus. 

Hukuman yang pernah ditimpakan kepadanya, berupa pengucilan dari kastanya, dapat dihapuskan juga. Dengan kata lain, seseorang yang pernah dikeluarkan dari kastanya karena melakukan kesalahan dan dosa yang cukup berat, dapat diterima kembali menjadi anggota kastanya dengan melalui upacara vratyastoma ini. 

Upacara vratyastoma inilah yang rupanya dijadikan jalan oleh orang-orang Indonesia yang sudah terkena pengaruh India itu, untuk meresmikannya sebagai anggota masyarakat suatu kasta yang dikenal di dalam agama Hindu. 

Upacara penerimaan orang luar kasta ke dalam kasta itu, dilakukan dengan memerhatikan kedudukan asal orang yang bersangkutan. Saat itu konon pendeta dari pribumi nusantara atau Indonesia, belum pada taraf untuk berhak memimpin upacara vratyastoma. 

Sehingga dapat dipastikan bahwa pada mulanya yang memimpin upacara cara tersebut, ialah para brahmana agama Hindu yang langsung datang atau didatangkan dari India. 

Hampir dapat dipastikan bahwa pendeta yang memimpin upacara vratyastoma untuk Aswawarman adalah pendeta India. Akan tetapi, ketika upacara itu dilakukan terhadap Mülawarman, kemungkinan sekali upacara itu sudah ada pendeta Indonesia sendiri. 

Pada hal ini, para brahmana yang berulang kali disebutkan pada prasasti-prasastinya, dengan sendirinya tentulah sebagian terdiri dari kaum brahmana India, dan sebagian lainnya kaum brahmana orang Indonesia asli.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Minggu, 07 Januari 2024

Editor : Abriandi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network