JAKARTA, iNewsKutai.id - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar kembali ditetapkan sebagai tersangka. Kali ini, Kejaksaan Agung menjeratnya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, tersangka ditetapkan berdasarkan hasil ekspose kasus yang menemukan indikasi merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp8,8 triliun. Pengadaan pesawat itu diduga melawan hukum dan menguntungkan pihak lessor.
"Dua tersangka baru yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda yang kedua adalah SS selaku Direktur PT Mugi Rekso Abadi," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam konferensi pers di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (27/6/2022).
Dalam keterangan resmi Kejagung sebelumnya, Emirsyah bersama tim di bawahnya tidak melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang pengadaan pesawat dengan tidak transparan, tidak konsisten, dan tidak sesuai kriteria.
Perusahaan diduga mengabaikan prinsip-prinsip pengadaan yang harus dilalui sebagai pelat merah. Hal tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah. Meski Emirsyah ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung tak melakukan upaya penahanan. Pasalnya, Emirsyah Satar saat ini juga tengah menjalani masa penahanan terkait kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sudah menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK," ucap Burhanuddin.
Dalam kasus ini, dana untuk proyek tersebut semula disediakan oleh pihak ketiga. Kemudian, PT Garuda Indonesia akan membayar kepada pihak lessor. Sebelumnya ada tiga tersangka yang telah dijerat, ketiganya Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia peridoe 2011-2012 Setijo Awibowo.
Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014 Agus Wahjudo dan Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Albert Burhan yang telah dijerat.
Rencana Jangka Panjang perusahaan (RJPP) periode 2009 hingga 2014 semula merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Lima di antaranya merupakan pesawat yang dibeli. Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Enam di antara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa.
Namun demikian, diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan atau penyewaan pesawat tersebut. Kejagung menduga, proses tersebut menguntungkan pihak lessor.
Editor : Abriandi
Artikel Terkait