OUAGADOUGOU, iNewsKutai.id - Relasi militer antara Burkina Faso dengan Prancis retak. Bahkan, 400 tentara Prancis yang kini bertugas di negara Afrika itu diminta angkat kaki paling lambat dalam satu bulan kedepan.
Keretakan ini diduga tidak lepas dari kedekatan rezim militer dengan Rusia sejak kudeta terjadi pada September 2022 lalu. Padahal, selama ini tentara Prancis bahu membahu dengan pasukan Burkina Faso melawan teroris.
Televisi pemerintah Burkina Faso RTB, mengutip AIB melaporkan jika rezim militer yang berkuasa menangguhkan perjanjian militer 2018 dengan Prancis. Salah satu isi kesepakatan tersebut adalah penempatan 400 tentara Prancis di negara Afrika Barat tersebt.
"Pemerintah Burkinabe menangguhkan kesepakatan yang mengizinkan kehadiran angkatan bersenjata Prancis di Burkina Faso sejak 2018," tulis AIB seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (22/1/2023).
Pemimpin rezim militer, Kapten Ibrahim Traore memberi waktu satu bulan untuk penarikan pasukan Prancis dari Burkina Faso. Hal ini diduga tidak lepas dari kedekatan Kapten Ibrahim dengan Kremlin.
Di sisi lain, Prancis dinilai gagal dalam memperbaiki masalah keamanan di negara tersebut. Sejak kudeta pada bulan September, negara tersebut telah berupaya untuk membentuk aliansi yang lebih erat dengan Rusia. Sejak kudeta terakhirnya pada 30 September 2022, militer telah menguasai negara itu dalam upaya memerangi terorisme.
Menteri Prancis Chrysoula Zacharopoulou sebelumnya menyatakan jika Prancis tetap berkomitmen membantu Burkina Faso melawan teroris. Ketegangan antara kedua negara dipastikan tidak akan mempengaruhi kerja sama tersebut.
"Prancis adalah mitra yang konsisten dan dan siap untuk tetap tinggal. Kami tahu harga yang telah dibayar oleh militer Burkinabe dan penduduk sipil selama bertahun-tahun," katanya kepada wartawan pada 11 Januari lalu.
(Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com dengan judul : Burkina Faso Berikan Pasukan Prancis Waktu 1 Bulan untuk Angkat Kaki)
Editor : Abriandi