JAKARTA, iNewsKutai.id - Film dokumenter Dirty Vote menjadi perbincangan hangat jelang pemungutan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Film yang mengulas tuntas trik kecurangan dalam pemilu wajib ditonton sebelum mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Film yang tayang perdana pada Minggu, 11 Februari 2024 ini berisi paparan tiga Ahli Hukum Tata Negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari yang secara terang benderang mengungkap kecurangan Pemilu 2024.
"Jika Anda nonton film ini saya punya pesan sederhana, satu tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk Anda melakukan penghukuman," kata Zainal Arifin Mochtar mengawali film dokumenter ini, dikutip dari YouTube Dirty Vote, Senin (12/2/2024).
Bivitri Susanti menjelaskan jika dirinya terlibat dalam film agar semakin banyak masyarakat tahu bahwa demorasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
"Saya mau terlibat dalam film ini karena semakin banyak orang yang akan makin paham memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa. Sehingga Pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja," ujar Bivitri.
Bivitri meminta kecurangan yang terjadi tidak boleh didiamkan atas nama kelancaran Pemilu. "Kecurangan ini jangan didiamkan atas nama kelancaran Pemilu," tegasnya.
Film Dirty Vote yang berdurasi 1 jam 57 menit 21 detik itu memperlihatkan fakta dan data bagaimana kecurangan Pemilu berjalan. Di akhir film, ketiga Ahli Hukum Tata Negara itu memberikan pernyataan pamungkasnya.
Feri Amsari mengawali dengan mengatakan jika semua rencana kecurangan Pemilu ini tidak didesain dalam semalam dan melibatkan struktur besar.
"Rencana kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif untuk mengakali Pemilu ini disusun bersama dengan pihak-pihak lain. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama," ungkapnya.
Zainal Arifin menambahkan, persaingan politik dan perebutan kekuasaan kini digerakkan oleh satu pihak pemegang kunci.
"Pada akhirnya semua jatuh ke tangan satu pihak yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," tuturnya.
Selanjutnya, Bivitri mengatakan bahwa skenario kecurangan Pemilu ini sudah dipraktekkan rezim-rezim di banyak negara.
"Untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini tak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan cuma dua mental culas dan tahan malu," pungkasnya.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Minggu, 11 Februari 2024
Editor : Abriandi
Artikel Terkait