JAKARTA, iNewsKutai.id - Ebrahim Raisi, presiden Iran meninggal dalam kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5/2024). Tokoh berusia 63 tahun itu dikenal sebagai penentang keras Amerika Serikat (AS)
Ebrahim Raisi mulai menjabat sebagai presiden sejak 2021 setelah memenangkan pemilu yang ketat. Sosoknya keras dan tak kenal kompromi terhadap musuh-musuh negara, termasuk soal perjanjian nuklir.
Sikap keras Raisi tidak lepas dari latar belakangnya sebagai jaksa ketika mulai dikenal dalam politik Iran. Raisi menjadi salah satu anggota panel hakim yang mengawasi eksekusi ratusan tahanan politik di Teheran pada 1988.
Karir Raisi menanjak dengan menjabat Wakil Ketua Lembaga Kehakiman selama 10 tahun sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung pada 2014. Dia juga merupakan tokoh ulama Syiah di Iran yang ditunjuk oleh Ayatollah Khamenei sebagai kepala pengadilan pada 2019.
Setelah itu, dia juga ditunjuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar, badan ulama yang beranggotakan 88 orang. Raisi bertanggung jawab untuk memilih Pemimpin Tertinggi berikutnya.
Pada pemilu 2021, kemenangannya sudah diprediksi. Rival-rival politiknya dari kelompok konservatif dan moderat didiskualifikasi oleh badan pengawas. Praktis, semua institusi pemerintah Iran berada di bawah kendali kelompok garis keras yang setia kepada pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Kharismanya membuat Raisi disebut-sebut sebagai calon pengganti Khamenei kelak.
Kelompok-kelompok garis keras Iran menjadi semakin berani sejak AS menarik seluruh pasukan dai negara tetangganya, Afghanistan, pada Agustus 2021.
Sebelumnya, Raisi mendapat dukungan penuh dari Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menarik diri dari kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2018.
Hal itu dilakukan setelah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump keluar dari kesepakatan. AS kemudian menjatuhkan sanksi yang memukul perekonomian Iran.
Tak gentar, Raisi juga keluar dengan melanggar poin-poin perjanjian seperti meningkatkan pengayaan uranium sampai melebihi batas yang ditentukan.
Sikap garis keras Raisi tak hanya dengan lawan di luar negeri, tapi juga dalam politik dalam negeri. Setahun setelah menjabat presiden, dia memerintahkan penegakan hukum dalam penggunaan jilbab, serta perilaku perempuan.
Puncaknya ketika seorang perempuan Kurdi, Mahsa Amini, meninggal dalam tahanan setelah ditangkap polisi moral atas tuduhan melanggar undang-undang tersebut.
Kematian itu memicu demontrasi selama beberapa bulan dan menjadi salah satu tantangan paling berat bagi penguasa Iran sejak Revolusi Islam 1979. Kelompok-kelompok HAM menyebut, demonstrasi memprotes kematian Amini menyebabkan ratusan orang tewas, termasuk puluhan personel keamanan.
Raisi juga dikenal memiliki hubungan baik dengan Rusia. Presiden Vladimir Putin bahkan menyebutnya sebagai sahabat baik Rusia. Dia memuji Raisi sebagai politikus yang luar biasa yang mengabdikan hidupnya pada negaranya.
“Sebagai sahabat sejati Rusia, dia memberikan kontribusi pribadi yang sangat berharga bagi pengembangan hubungan bertetangga yang baik antara negara kita dan melakukan upaya besar untuk membawa mereka ke tingkat kemitraan strategis,” kata Putin dalam telegram ucapan belasungkawanya.
artikel ini telah tayang di inews.id
Editor : Abriandi
Artikel Terkait