Pemberian Nama IKN Soekarnopura, Sejarawan: Soekarno yang Menginisiasi Pemindahan Ibu Kota

Sazili M
Patung Garuda IKN Nusantara yang dibuat I Nyoman Nuarta. Foto: Dok. Nyoman Nuarta

JAKARTA, iNewsKutai.id - Usulan nama Ibu Kota Nusantara (IKN) dari sejumlah tokoh nasional mendapatkan tanggapan serius dari sejarawan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Sumardiansyah Perdana Kusuma.

Menurutnya, kajian historis pemberian nama sebuah ibukota idealnya melibatkan sejarawan.


Sejarawan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Sumardiansyah Perdana Kusuma. Foto: ist
 

“Sejarawanlah yang mengerti secara metodologi mengenai kebijakan yang diambil, apakah sudah sesuai secara aspek historis, dari sisi sumber, data, fakta, dan kontekstualisasi antara fakta masa lalu dengan kejadian aktual pada hari ini,” kata Sumardiansyah.

Sebelumnya, dua tokoh nasional yaitu Ketum GPM Emir Moeis menyatakan, pemberian nama IKN ada baiknya dikaitkan dengan sejarah berdirinya Negara Indonesia. Sedangkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengusulkan agar nama IKN adalah Atlantis.

“Kita harus ingat sejarah, bahwa salah satu pendiri bangsa ini adalah Soekarno. Selain sebagai presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno adalah tokoh yang merepresentasikan persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Emir Moeis saat memberikan sambutan dalam acara bedah buku “Inche Abdoel Moeis, Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih” yang digelar di Ruang Theater Lantai 3 Gedung Prof Masjaya, Universitas Mulawarman, Samarinda, Rabu (4/9/2024).

“Beliau bisa diterima semua kalangan, semua agama dan semua golongan,” tambah Emir Moeis.

Emir Moeis mengingatkan tentang sejarah perebutan Papua Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Papua, menurutnya, mengalami beberapa perubahan ibu kota sepanjang sejarahnya. 

Sebelum Papua secara resmi menjadi bagian dari Indonesia, wilayah ini merupakan bagian dari Papua Nugini yang dikuasai oleh Belanda. Pada masa kolonial Belanda, ibu kota administratif di wilayah Papua adalah Hollandia.

“Nama ini digunakan selama masa penjajahan Belanda, dan kota ini menjadi pusat administratif utama di wilayah Papua saat itu. Nama Hollandia kemudian diubah menjadi Sukarnapura hingga tahun 1967. Kemudian oleh Orde Baru diubah menjadi Jayapura hingga sekarang ini,” kata Emir.

Menurut Sumardiansyah, apa yang disampaikan Emir Moeis merupakan usulan yang sah-sah saja. Apalagi, Soekarnopura dari sisi historis bisa saja digunakan apabila konteksnya diambil dari Presiden Indonesia pertama yang menginisiasi pemindahan ibu kota negara.


Tapi, dia tetap mengingatkan, bahwa nama ini berpotensi menimbulkan polemik karena secara politis dianggap lebih merepresentasikan rezim tertentu. 

“Setiap pemimpin pasti ingin membangun legacy sesuai jiwa zaman yang hidup pada masanya. Kalau begini tentu seandainya dimungkinkan Presiden Jokowi pun sepertinya ingin namanya juga diabadikan sebagai nama ibu kota, misalnya saja Jokowipura?” kata dia.

Sedangkan nama Atlantis, menurut Sumardiansyah, terlalu jauh untuk bisa digunakan sebagai nama ibu kota. 

“Kalau kita memahami perspektif indonesiasentris yang diusung pemerintah, maka Atlantis yg berasal dari dialog Socrates karya Plato lebih cenderung mengarah kepada mitologi Yunani,” kata dia. 

“Walaupun kita juga memahami hari ini Indonesia atau Nusantara sering dikaitkan dengan mitologi bangsa atau kota Atlantis yang pernah gemilang pada masa lalu,” tambahnya. 

Meski demikian, nama IKN dalam pandangan Sumardiansyah pemilihan nama Nusantara juga boleh-boleh saja. “Nusantara dalam konteks merujuk kepada kegemilangan bangsa di masa lampau. Soal penamaan selain bersifat ilmiah juga tentu tidak lepas dari konsensus yang cenderung bersifat politis,” katanya.

Editor : Sazili Mustofa

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network