KABUL, iNewsKutai.id - Taliban kembali menunjukkan upaya serius mendapatkan pengakuan internasional. Pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada melarang penanaman opium di Afghanistan.
Padahal, tanaman yang menjadi bahan dasar pembuatan narkoba itu menjadi sumber mata pencaharian utama penduduk Afghanistan. Tercatat, produksi opium negara tersebut mencapai puncaknya pada 2017 dengan nilai 1,4 miliar dolar AS.
Situasi ekonomi Afghanistan yang kacau akibat peperangan telah mendorong penduduk untuk menanam tanaman terlarang yang dapat memberi mereka keuntungan lebih cepat dan lebih tinggi daripada tanaman legal lain seperti gandum.
Namun, status sebagai negara penghasl terbesar opium di dunia tampaknya akan segera berakhir. Tidak hanya penanaman opium, Taliban juga melarang produksi, penggunaan atau pengangkutan narkotika.
"Sesuai keputusan pemimpin tertinggi Imarah Islam Afghanistan, semua warga Afghanistan diberitahu mulai sekarang, penanaman opium telah dilarang keras di seluruh negeri," kata pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada disampaikan Kementerian Dalam Negeri pada konferensi pers di Kabul, Minggu (3/4/2022).
Dalam keputusan tersebut, apabila ada warga yang melanggar, maka tanaman akan dimusnahkan. Sementara pelaku akan dihukum sesuai hukum syariah.
Sebelumnya, Taliban melarang tanaman poppy (opium) tumbuh menjelang akhir kekuasaan mereka pada 2000 karena mencari legitimasi internasional. Sayangnya, mereka menghadapi reaksi keras dan kemudian sebagian besar mengubah pendirian mereka.
Sumber-sumber Taliban mengatakan kepada Reuters, mereka mengantisipasi perlawanan keras dari beberapa elemen dalam kelompok tersebut terhadap larangan opium. Saat ini telah terjadi lonjakan jumlah petani yang membudidayakan opium dalam beberapa bulan terakhir.
Seorang petani di Helmand yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, dalam beberapa pekan terakhir harga opium telah naik lebih dari dua kali lipat karena rumor Taliban akan melarang penanamannya. Namun dia menambahkan dirinya perlu menanam opium untuk menghidupi keluarganya. "Tanaman lain tidak menguntungkan," katanya.
Editor : Abriandi