Konservasi Mangrove Bontang Beri Dampak Ekonomi dan Lindungi Pesisir
Bontang, iNewsKutai.id — Upaya menjaga kelestarian mangrove di Kalimantan Timur kembali mendapat sorotan. Bukan hanya karena nilai ekologisnya yang vital, tetapi juga lantaran manfaat ekonominya mulai terukur. Kawasan yang berada dalam pengelolaan Taman Nasional Kutai (TNK) ini kini menjelma salah satu destinasi wisata alam paling diminati publik. Rangkaian kegiatan Media Visit dan Lingkar Temu Pengelolaan Mangrove Lestari yang digelar Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Kaltim menyoroti langsung praktik pengelolaan di lapangan.
Alih-alih mengejar kepadatan wisata, pengelola menegaskan pendekatan konservasi tetap menjadi fondasi. Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TNK, Jumadi, menyebut Bontang Mangrove Park sebagai contoh ruang konservasi yang mampu memberi manfaat sosial dan ekonomi secara seimbang.
“Ini kawasan konservasi, tapi ada zona pemanfaatan untuk wisata. Masyarakat bisa menikmati selusur mangrove, berkemah, hingga pertemuan. Namun semuanya tetap dalam koridor konservasi,” ujar Jumadi.
Mayoritas pengunjung, kata dia, masih berasal dari Kota Bontang. Namun ketertarikan wisatawan luar daerah mulai meningkat. Meski begitu, pembatasan tetap diterapkan untuk menjaga ekosistem mangrove yang menjadi benteng alami pesisir.
Lebih dari sekadar objek wisata, keberadaan mangrove memegang fungsi ekologis penting. “Mangrove itu rumah bagi kepiting, ikan, udang, dan banyak biota lain. Secara ekologis, mangrove juga penahan abrasi dan penghambat ombak besar. Karena itu keberadaannya harus dijaga,” tuturnya.
Sejumlah pengunjung mengaku mendapatkan pengalaman berbeda. Hanif (29), warga Samarinda, menilai kawasan ini tidak hanya nyaman untuk rekreasi tapi juga sarat edukasi.
“Saya kira tempat foto biasa. Ternyata banyak informasi tentang mangrove. Anak-anak juga jadi tahu kenapa mangrove penting,” ujarnya. Ia menambahkan, jalur wisata tersusun rapi dan aman bagi pengunjung.
Kawasan ini juga kerap menjadi lokasi rujukan mahasiswa dan lembaga riset untuk mengamati keragaman mangrove di pesisir Kalimantan Timur. Pengelola menerapkan pembagian zona dalam Taman Nasional Kutai, termasuk area pemanfaatan seperti Bontang Mangrove Park. “Kami hanya memanfaatkan ruangnya, bukan mengambil sumber daya. Tidak ada eksploitasi, tidak ada penebangan,” tegas Jumadi.
Meski dikembangkan sebagai wisata alam, pengelolaan keuangan tetap mengikuti mekanisme resmi negara. Seluruh pendapatan tiket masuk disetorkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“TNK tidak mengelola uangnya. Semua tiket masuk langsung jadi PNBP. Dari Bontang Mangrove Park sendiri rata-rata Rp20–30 juta per bulan. Februari sempat tembus Rp40 juta dan September Rp45 juta,” ujarnya.
Secara keseluruhan, TNK menyumbang sekitar Rp500 juta PNBP per tahun dari berbagai lokasi wisata alam. Angka itu termasuk kontribusi Penelusuran Goa, Sangkima Jungle Park, serta Prevab di Sangatta habitat orangutan liar yang kunjungannya dibatasi maksimal 25 orang per hari.
Kegiatan Media Visit KKMD Kaltim diharapkan dapat memperkuat pemahaman publik atas pentingnya menjaga mangrove. “Semakin banyak yang tahu, semakin besar dukungan menjaga mangrove tetap lestari. Kami butuh dukungan masyarakat,” kata Jumadi.
Dengan meningkatnya kontribusi ekonomi, daya tarik wisata, dan kesadaran ekologis, Mangrove Bontang kini menjadi contoh pengelolaan kawasan konservasi yang mampu memberi manfaat nyata baik bagi lingkungan maupun masyarakat.
Editor : Dzulfikar