JAKARTA, iNewsKutai.id – Modus kejahatan perbankan makin beragam. Salah satu yang menjadi perbincangan saat ini adalah social engineering. Pelaku memanfaatkan kemampuan untuk mengorek data pribadi calon korban sebagai modal melakukan pembobolan rekening.
Teknik ini mengharuskan pelaku berkomunikasi dengan korbannya. Pelaku yang menghubungi melalui telepon atau pesan singkat akan berusaha meyakinkan korban untuk memberikan akses terhadap data-data pribadi seperti nomor kartu kredit, CVV/CVC, PIN, OTP, nama ibu kandung dan data penting lainnya.
Data tersebut yang kemudian digunakan untuk meguras rekening tanpa korban sadari karena berpikir pelaku benar-benar dari pihak bank. Karena itu, penting untuk mengetahui beragam modus social engineering agar tidak menjadi korban kejahatan perbankan.
Berikut ciri social engineering yang kerap digunakan pelaku kejahatan:
1. Info Perubahan Tarif
Modus ini memancing korban untuk melakukan penolakan perubahan tarif transfer. Pelaku akan mengirimkan link untuk mengisi data pribadi yang seharusnya tidak diberikan meskipun kepada pihak bank.
Jika korban mengisi link yang diberikan, hampir dipastikan saldo rekening akan ludes disedot oleh hacker.
2. Tawaran Menjadi Nasabah Prioritas
Modus ini biasanya dilakukan media sosial seperti Instagram, Facebook, atau Whatsapp. Pelaku kejahatan akan menawarkan jasa upgrade dengan tawaran promosi yang cukup menggiurkan berupa rendahnya ketentuan minimal tabungan yang harus dimiliki nasabah bank reguler untuk meningkatkan tabungan menjadi Prioritas maupun Solitaire, salah satunya hanya Rp10 juta.
3. Akun Sosmed Customer Service Palsu
Sudah menjadi rahasia umum jika keluhan akan layanan perbankan di media sosial utamanya Twitter akan langsung dibanjiri komentar akun-akun customer service palsu. Mereka menawarkan penyelesaian masalah atas keluhan nasabah. Korban akan diarahkan ke website palsu pelaku.
4. Tawaran Menjadi Agen Laku Pandai
Saat ini juga terdapat akun di sosial media yang menawarkan menjadi agen laku pandai bank tanpa persyaratan rumit. Pelaku akan meminta korban mentransfer sejumlah uang untuk mendapatkan mesin EDC.
Pada Juli 2021, Anti Phishing Working Group mencatat terdapat 260.642 serangan phishing, yang menyerang berbagai industri. Mulai dari logistik, media sosial, finansial, hingga webmail.
Editor : Abriandi
Artikel Terkait