JAKARTA, iNewsKutai.id - Ekonom mencibir janji calon presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) jika terpilih sebagai presiden. Alasannya, janji tersebut sulit terealiasi dalam satu periode kepemimpinan atau lima tahun.
Janji Prabowo tidak akan mengimpor BBM apabila nanti terpilih menjadi presiden dalam kontestasi Pemilu 2024 mendatang diungkapkan dalam Dialog Publik di Universitas Muhammadiyah Surabaya, pada Jumat (24/11/2023) pekan lalu.
Prabowo percaya diri menyebut Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang menggunakan 100 persen energi hijau. BBM yang digunakan di Indonesia masuk dalam kategori biofuel, yang diproduksi dari bahan-bahan organik.
"Itu mimpi siang bolong dalam satu periode bahkan sampai 2029 juga tidak bisa tercapai. Narasinya seolah bagus, pro lingkungan tapi kurang realistis," ungkap ekonom Bhima Yudhistira kepada MNC Portal Indonesia dikutip Rabu (29/11/2023).
Bukan tanpa alasan Bhima menyebut janji Prabowo tersebut mimpi semata. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang membuat Indonesia masih akan mengimpor minyak.
Pertama, ketergantungan impor migas nasional sangat akut. Selama Januari-Oktober 2023 nilainya bahkan sudah mencapai 13,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
"Mau diganti berapa banyak biodisel? Suplainya darimana? Itu yang jadi pertanyaan utama. Saya harap tim Prabowo-Gibran membuka data skenario tidak impor BBM, sehingga menjadi terang benderang bukan hanya janji kampanye tanpa dasar," tegasnya.
Faktor kedua adalah penggunaan biodisel secara masif sudah menimbulkan petaka pada 2022 lalu karena perebutan stok CPO antara program biodisel dengan minyak goreng.
Akibatnya, Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah.
"Begitu juga etanol yang berasal dari tebu. Gula saja kita impor 5,8 juta ton, apalagi etanolnya mau dipakai ganti BBM. Krisis gula nanti atau etanolnya kita impor. Itu namanya menambah masalah baru," tutur Bhima.
Ketiga, dia mengingatkan jika penggunaan bioenergi dapat memicu deforestasi skala masif. Pembukaan lahan hutan di Indonesia timur atas nama hutan tanaman energi sudah menimbulkan banyak masalah agraria hingga lingkungan.
"Tahun 2019 sebanyak 38% hutan tanaman energi berasal dari praktik deforestasi. Untuk 100% menggantikan impor BBM berapa banyak hutan yang berubah menjadi ladang perkebunan?" pungkasnya.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Selasa, 28 November 2023
Editor : Abriandi
Artikel Terkait