BEIJING, iNewsKutai.id - Amerika Serikat (AS) dituding memanfaatkan perang Ukraina untuk melemahkan Rusia. Bantuan senjata terus mengalir untuk memastikan konflik di negara pecahan Uni Soviet itu bisa berlangsung lama.
Tudingan itu dilontarkan juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Zhao Lijian selama konferensi pers pada Jumat (29/4/2022). Dia menyatakan, AS tidak tertarik pada perdamaian di Ukraina.
“AS terus menambahkan bahan bakar ke api dan menunjukkan kesiapan untuk berperang sampai warga Ukraina terakhir. Tujuan mereka sebenarnya bukan untuk mencapai perdamaian, tetapi memastikan konflik terus berlanjut. Seperti yang (Amerika) katakan sendiri, mereka ingin melemahkan Rusia,” tutur dia.
Zhao mengatakan, seluruh dunia bisa menilai perang AS dalam konflik Ukraina apakah membawa perdamaian atau memperpanjang perang. Pernyataan tersebut mengacu pada bantuan keuangan yang sedang berlangsung dan pengiriman senjata dari Washington ke Kiev.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin sebelumnya mengakui jika pihaknya ingin melihat Rusia melemah dengan membantu Kiev. Pada Kamis, Presiden AS Joe Biden meminta Kongres menyetujui tambahan USD33 miliar dalam pendanaan untuk menopang Ukraina dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia. Pada hari yang sama, anggota parlemen AS memberikan suara dalam skema pinjaman-sewa untuk Kiev.
Jika disetujui Presiden AS Joe Biden, akan lebih mudah bagi Washington mengirim senjata ke Ukraina, tetapi negara itu pada akhirnya harus membayar pengiriman itu.
Moskow telah memperingatkan langkah itu bisa membuat Ukraina jatuh ke dalam lubang utang yang akan mempengaruhi bangsa selama beberapa generasi.
Peristiwa di Ukraina telah menambah lebih banyak ketegangan pada hubungan antara Washington dan Beijing. Terlepas dari semua upayanya, pemerintahan Biden tidak dapat menekan China untuk mengutuk Rusia dan bergabung dengan sanksi internasional terhadapnya. Beijing telah menyerukan perdamaian di Ukraina, tetapi menyalahkan pecahnya konflik pada AS dan dorongannya memperluas NATO dekat dengan perbatasan Rusia.
Rusia mengirim pasukannya ke Ukraina pada akhir Februari, menyusul kegagalan Kiev menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Perancis dirancang memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina. Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com dengan judul "China Blak-blakan Ungkap Tujuan Amerika Serikat di Ukraina")
Editor : Abriandi
Artikel Terkait