get app
inews
Aa Text
Read Next : Malam 1 Suro: Mitos, Pantangan, dan Tradisi Sakral dalam Budaya Jawa

Sejarah Malam 1 Suro dalam Tradisi Masyarakat Jawa, Malam Sakral Sarat Makna

Selasa, 18 Juli 2023 | 10:02 WIB
header img
Arak-arakan kebo bule di Keraton Solo menjadi salah satu tradisi dalam Kirab Malam 1 Suro di Kota Solo. (Foto: inews/Ahmad Antoni)

JAKARTA, iNewsKutai.id - Sejarah malam 1 Suro dalam tradisi masyarakat Jawa menarik untuk diketahui. Malam yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kelender hijriah ini dianggap sangat sakral.

Dirangkum dari berbagai sumber, sejarah malam 1 Suro erat kaitannya dengan kebiasaan keraton pada zaman dulu. Hal itu bermula ketika Kerjaaan Mataram dipimpin Sultan Agung pada tahun 1628-1629.

Saat itu, tentara Mataram yang dipimpin Sultan Agung, mengalami kekalahan dalam serangan ke Batavia. Hal itu membuat pasukan Mataram mulai terbagi dalam beberapa keyakinan. 

Untuk mengatasi hal tersebut, Sultan Agung memimpin pembuatan kalender tahun Jawa-Islam yang menggabungkan tahun Saka Hindu dengan Tahun Islam.  

Pada malam tahun baru Islam 1 Muharram, Sultan Agung akhirnya mengeluarkan maklumat melarang perbuatan sembarangan, mendorong kesederhanaan, dan melarang perayaan berlebihan.

Sebaliknya, Sultan Agung meminta masyarakat Jawa merenung, berpuasa, dan memohon kepada Tuhan. Hal ini kemudian diterapkan secara turun temurun dan dikenal sebagai malam 1 Suro.

Hal itu juga dituangkan dalam buku berjudul Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa (2010) karya Muhammad Solikhin. Dalam bukunya, dia menjelaskan jika perayaan Malam 1 Suro memiliki nilai sakral yang tak terlepas dari budaya keraton.  

Di masa lalu, keraton kerap mengadakan ritual yang kemudian diwariskan secara turun temurun kepada mamsyarakat. Salah satunya malam 1 suro dimana sebagian orang Jawa yang beragama Islam meyakini bahwa mendekatkan diri kepada Tuhan dapat dilakukan dengan membersihkan diri dan mengatasi hawa nafsu manusiawi.  

Karena itu, tidak sedikit yang melaksanakan upacara individu seperti tirakat, lelaku, atau introspeksi diri. Ada juga kegiatan upacara kelompok seperti selametan khusus yang berlangsung selama satu minggu.  

Hasilnya, tradisi Malam Satu Suro menunjukkan keberagaman dalam budaya di Indonesia. Di kota Solo, contohnya, malam satu Suro dirayakan dengan tradisi kirab, termasuk kirab pusaka dan kirab malam satu  Suro.  

Kirab ini bertujuan memohon keselamatan dan introspeksi diri agar menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya.  

Keraton Solo juga melakukan kirab kebo bule yang berasal dari keturunan kebo bule Kiai Slamet. Masyarakat Jawa percaya bahwa kebo bule Kiai Slamet memiliki kekuatan magis yang dapat memberikan keberuntungan bagi masyarakat yang menggunakannya. 

Kebo bule merupakan hewan peliharaan Paku Buwono II saat beliau berkuasa di Keraton Kartasura. Kebo tersebut merupakan hadiah dari Kiai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo.  

Pada awalnya, kebo bule digunakan sebagai pengawal dari pusaka bernama Kiai Slamet saat Paku Buwono II pulang dari Pondok Tegalsari ketika terjadi pemberontakan pecinan yang mengakibatkan pembakaran Istana Kartasura.

Ritual tersebut masih dilakukan setiap malam satu Suro, tepat pada pukul 00.00 WIB. 

Keraton Yogyakarta juga memiliki ritual malam satu Suro. Namun, perayaan melibatkan gunungan tumpeng, keris, dan benda-benda pusaka lainnya.

Editor : Abriandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut