BANDUNG, iNewsKutai.id - Keluarga 13 santriwati korban pemerkosaan tidak puas dengan dakwaan kepada Herry Wirawan (36). Alasannya, perbuatan pelaku yang dinilai diluar perikemanusiaan sehingga layak diganjar hukuman mati.
Dalam dakwaan di sidang Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (21/12/2021), jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung hanya menggunakan Undang-undang Perlindungan Anak Perubahan Kesatu.
Pelaku hanya terancam hukuman 20 tahun dan di dalam pasal 81 ayat 3 ada pemberatan karena pelaku adalah guru. Permintaan itu disampaikan keluarga kepada Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Serikat Petani Pasundan (SPP) Garut Yudi Kurnia, kuasa hukum 11 korban.
"Keluarga korban menginginkan pelaku (Herry Wirawan) dijerat dengan hukuman mati. Tapi dalam dakwaan yang menggunakan Undang-undang Perlindungan Anakperubahan kesatu tidak ada hukuman mati atau kebiri," kata Yudi Kurnia di PN Bandung, Selasa (21/12/2021). .
Yudi Kurnia berharap JPU mengubah dakwaan dengan menerapkan Undang-undang Perlindungan Anak perubahan Kedua yang mengatur hukuman kebiri dan penjara seumur hidup.
"Mudah-mudahan dalam tuntutan diterapkan itu (UU Perlindungan Anak perubahan Kedua yang memuat pasal hukuman kebiri dan penjara seumur hidup)," tutur Yudi Kurnia.
Diberitakan sebelumnya, perbuatan cabul terdakwa Herry Wirawan, ustaz atau guru terhadap korban santriwati berlangsung di beberapa tempat. Berdasarkan berkas dakwaan, pemerkosaan dilakukan Herry di pesantren, mes, apartemen, dan hotel.
Herry Wirawan memperkosa belasan santriwati selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021. Terdakwa Herry memperkosa korban di gedung Yayasan KS, pesantren Tahfiz Madani Boarding School Cibiru, pesantren Manarul Huda Antapani, mes Cibiru Hilir, Apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Akibat perbuatan terkutuk ustaz HW, tujuh santriwati korban telah melahirkan sembilan bayi. Bahkan masih ada dua lagi santriwati korban yang mengandung atau hamil akibat perbuatan Herry Wirawan.
Mirisnya lagi, ada dugaan bayi-bayi yang dilahirkan para korban disebut sebagai anak yatim piatu oleh pelaku Herry. Bayi-bayi tersebut ditampung di mes. Dengan begitu, Herry menggalang donasi dari berbagai pihak.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat tengah mengkaji penerapan hukuman kebiri diterapkan kepada Herry. Namun berdasarkan dakwaan primer, terdakwa Herry Wirawan melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak selama 15 tahun penjara. Namun, perlu digarisbawahi, ada pemberatan karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," kata pelaksana tugas (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jawa Barat Riyono.
Saat ini, ujar Riyono, Kejati Jabar tengah mengkaji hukuman pemberatan kebiri terhadap terdakwa Herry Wirawan. Mengingat, perbuatan Herry Wirawan sangat keji. "Karena hukuman ini (kebiri) adalah pemberatan, sehingga nanti kami kaji lebih lanjut," ujar Riyono.
Editor : Abriandi
Artikel Terkait