Kisah Serka Bayani, Anggota Kopassus Putra Asli Papua Dibalik Sukses Prabowo dalam Operasi Mapenduma
JAKARTA, iNewsKutai - Nama Prabowo Subianto di Kopassus melejit setelah sukses menggelar Operasi Mapenduma di Papua. Prabowo berhasil menyelamatkan puluhan peneliti lokal dan asing yang disandera OPM Kelly Kwalik yang kemudian mengantarnya menduduki jabatan Danjen Pasukan Baret Merah.
Salah satu kunci sukses Prabowo kala itu adalah kemampuannya memaksimalkan potensi anak buahnya. Mantan Pangkostrad itu memanfaatkan kemampuan anggota Kopassus asli Papua Serka Bayani. Dia menjadi mata sekaligus penasehat strategi dalam melumpuhkan kelompok Kelly Kwalik.
Serka Bayani memiliki kemampuan membaca jejak musuh ditunjuk memimpin tim Kasuari yang diisi tentara asli Papua. Prabowo menceritakan sosok Serka Bayani dalam buku biografinya berjudul ‘Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto’.
Prabowo mengatakan, meski berasal dari wilayah Timur Indonesia, namun komandan tersebut dikenal sebagai sosok yang tenang. "Dia terkenal di Kopassus. Orangnya tenang, berani, memiliki kemampuan luar biasa dalam menembak dan memiliki kemampuan membaca jejak," kata Prabowo.
Prabowo menceritakan, dalam operasi di Papua, Bayani biasanya tidak menggunakan sepatu. Dia juga memilih menggunakan celana pendek. Bayani bisa menginfiltrasi musuh. Ini karena musuh kerap terkecoh karena Bayani dianggap bagian dari mereka. Menurut Prabowo, Bayani berhasil menewaskan beberapa musuh dan merebut 3-4 pucuk senjata dalam sekali operasi.
"Secara keseluruhan, Beliau berhasil merebut lebih dari 100 puncuk senjata dari tangan musuh," katanya.
Operasi Mapenduma dilatari penculikan Tim Lorentz 95 yang berisi sekelompok peneliti dari Biological Sciences Club dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta dan Emmanuel College dari Cambridge University yang disandera OPM di Desa Mapenduma, Distrik Nduga, Jayawijaya. OPM itu dipimpin Kelly Kwalik.
Mereka sedianya meneliti flora dan fauna di pegunungan Papua serta budaya masyarakat di Papua. Dalam upaya membebaskan sandera tersebut, Prabowo membentuk tim inti pembaca jejak yang terdiri atas pasukan Kopassus dan Kodam Cenderawasih. Mereka semua putra daerah. Tim pembaca jejak ini kemudian dinamai Kasuari yang dipimpin langsung Serka Bayani. "Tugasnya menembus ke daerah paling sulit," katanya.
Prabowo melanjutkan, Operasi Mapenduma sangat sulit karena lokasi penyanderaan di tengah hutan. Terlebih pada 1996 itu, TNI belum memiliki satelit, drone dan pesawat pengintai yang baik. Bahkan, peta topografis skala 1:50.000 tak ada. Yang ada hanya peta tangan.
"Menjelang waktu akhir, harus mengambil keputusan untuk menentukan sasaran, saya bertanya kepada tim intelijen di mana posisi komandan pasukan GPK Kelly Kwalik dan para sandera," kata dia.
Dengan kondisi geografi sulit, tim intelijen meyakini penyandera dan sandera berada di dalam salah satu dari enam titik dalam 2-3 hari. Menjelang putusan kapan operasi akan dimulai, Prabowo diberi tahu oleh tim peninjau dari luar negeri yakni Inggris.
Mereka menyebut berhasil menyelundupkan satu alat (beacon) pada saat mereka menitip obat-obatan, makanan dan pakaian kepada Palang Merah Internasional kepada para sandera. Alat itu dapat mendeteksi exact location tersebut.
Setelah dicek dengan helikopter, titik koordinat yang diperkirakan exact location itu berada di gunung tinggi. Persoalannya, titik itu berda di luar 6 titik yang diberikan oleh tim intelijen sebelumnya.
Dihadapkan pada dua pilihan, insting Prabowo mengarahkannya untuk bertanya kepada orang yang mengenal daerah itu. Di situlah dia memanggil Serka Bayani. Prabowo lantas menjelaskan titik koordinat yang disebut Inggris dengan menggunakan teknologi itu.
Ucapan Bayani tidak akan pernah dilupakannya bahkan setelah puluhan tahun. Dengan logat Papua, prajurit Kopassus itu memberi penjelasan.
"Bapak, jangankan Kelly Kwalik, monyet pun tidak mau tinggal di situ. Tidak ada air di situ. Bapak, bagaimana sekian puluh orang berada di atas (gunung) tanpa air," kata Prabowo menirukan ucapan Bayani.
Penjelasan itu pun menjadi dasar bagi Prabowo untuk menentukan langkah selanjutnya. Mantan Pangkostrad ini memutuskan untuk menyerang di enam titik sesuai hasil kajian tim intelijen. Operasi Mapenduma itu berhasil membebaskan sandera. Kendati demikian, operasi itu bukan tanpa cacat. Dari 26 sandera, dua orang meninggal dunia.
Editor : Abriandi
Artikel Terkait