JAKARTA, iNewsKutai.id - Kasus dugaan tata kelola minyak mentah di Pertamina mengungkap fakta mencengangkan. Petinggi Pertamina Patra Niaga ternyata mengoplos Pertalite menjadi Pertamax.
Tidak hanya merugikan konsumen, ulah curang 7 petinggi Pertamina yang terlibat juga menguras uang negara hingga Rp193,7 triliun.
Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, dalam kasus tersebut, Riva Siahaan selaku Direktur Utama Pertamina Patra Niaga mengimpor bakar minyak dengan kadar RON 90 atau setara dengan Pertalite.
Padahal, dalam kesepakatan dan pembayarannya yang dilakukan tertulis pembelian RON 92.
"Minyak mentah itu kemudian di-blending di depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada," kata Qohar, Selasa (25/2/2025).
Riva yang sudah ditetapkan sebagai tersangka bekerja sama dengan Direktur Optimasi Feedstock dan Produk, Sani Dinar Saifuddin; dan Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping.
Ketiga mengatur dan melakukan rapat untuk memutuskan impor minyak mentah.
"Ada permufakatan jahat antara tersangka SDS, tersangka AP, tersangka RS dan tersangka YF bersama DMUT/broker, yakni tersangka MK, tersangka DW, dan tersangka GRJ sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur," ujarnya.
Riva juga melakukan mark up kontrak shipping yang dilakukan tersangka Yoki sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen.
Dari situ, tersangka M Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa mendapatkan keuntungan. Lantaran komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP atau harga indeks pasar, BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal.
"Ini yang kemudian dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi bahan bakar minyak setiap tahun melalui APBN," kata Qohar.
Editor : Abriandi
Artikel Terkait