TENGGARONG, iNewsKutai.id - Sejumlah hewan endemik Kaltim terancam punah. Salah satu penyebabnya adalah massifnya pertambangan batu bara maupun alihfungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Hutan yang dulu menjadi habitat satwa liar dilindungi, kini berubah menjadi hamparan kubangan bekas galian tambang. Sebagian berubah menjadi area perkebunan kelapa sawit. Kondisi serupa juga terjadi pada alur sungai yang semakin ramai dengan aktivitas kapal pengangkut batubara maupun produk turunan sawit.
Satwa yang sebelumnya menghuni kawasan hutan kini tersisih dan nyaris tidak memiliki lagi tempat untuk hidup. Hal ini berdampak pada populasi yang terus menurun akibat minimnya kawasan untuk berkembang biak.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut 5 hewan endemik Kaltim yang terancam punah akibat kerusakan lingkungan.
Badak Kalimantan bernama Pahu kini dalam pengawasan di Suaka Rhino Sumatera (SRS) Hutan Lindung Kelian Lestari, Kutai Barat. (foto: antara)
Tidak banyak yang tahu jika Pulau Kalimantan dihuni badak. Hewan dengan nama latin Dicerorhinus Sumatrensis Harrissoni merupakan spesies badak terkecil di dunia. Badak yang masih family dengan badak Sumatera teridentifikasi hidup di hutan Kutai Barat.
Namun habitatnya kian terdesak oleh konsesi tambang dan perkebunan sawit. Sejauh ini, baru dipastikan satu ekor badak yang kini dalam pengawasan di Suaka Rhino Sumatera (SRS) Hutan Lindung Kelian Lestari, Kutai Barat. Badak yang diberi nama Pahu itu setelah sebelumnya ditangkap untuk kepentingan konservasi.
Padahal, selama beberapa dekade, badak Kalimantan diyakini sudah punah bahkan hanya tinggal cerita rakyat Dayak. BKSDA Kaltim sendiri memperkirakan jumlah badak yang hidup di alam liar tidak lebih dari 15 ekor.
2. Pesut Mahakam
Pesut Mahakam di Perairan Desa Pela, Kota Bangun, Kutai Kartanegara. (foto: antara)
Hewan terancam punah kedua yakni Pesut Mahakam. Mamalia ini merupakan lumba-lumba air tawar dan hidup di perairan Sungai Mahakam. Peneliti lebih mengenal hewan ini dengan nama Irrawaddy Dolphin.
Meski hidup di Sungai Mahakam, namun mamalia ini lebih menyukai perairan tenang sehingga bisa ditemukan di sekitar Danau Semayang. Salah satu lokasi pemantauan untuk bisa menyaksikan hewan langka ini adalah di Desa Pela yang dikenal sebagai habitat utamanya.
Namun, tidak mudah untuk menemuka lumba-lumba air tawar ini. Hal ini dikarenakan populasinya yang diperkirakan kurang dari 100 ekor. Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) yang aktif dalam pemantauan dan konservasi Pesut Mahakam bahkan memprediksi jumlahnya di bawah 50 ekor.
Penurunan populasi ini disebabkan aktivitas pelayaran kapal tugboat pengangkut batubara, pola penangkapan ikan masyarakat hingga pencemaran sungai yang massif.
Editor : Abriandi