JAKARTA, iNewsKutai - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) melegalkan tindakan aborsi terhadap perempuan. Namun, aturan tersebut hanya berlaku bagi korban perkosaan dan atau kekerasan seksual.
Pada Pasal 463 KUHP, tindakan aborsi diperbolehkan jika bayi yang dikandung merupakan tindak perkosaan ataupun kekerasan seksual yang mengakibatkan kehamilan. Selain itu, syarat ketat diatur mengenai usia janin maksimal 14 bulan.
Aturan pengecualian tindakan aborsi akibat korban perkosaan itu tertulis pada Pasal 463 ayat (2) KUHP. Masih pada pasal yang sama, perempuan juga tidak dikenakan pidana apabila tindakan aborsi yang dilakukan berkaitan dengan kedaruratan media. Namun,
jika tindakan aborsi tidak memenuhi persyaratan tersebut, perempuan yang melakukan tindakan aborsi akan dipidana dendan pidana penjara selama-lamanya empat tahun sesuai Ayat 1.
Berikut bunyi Pasal 463 yang mengatur masalah aborsi.
(1) Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 (empat belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Aturan terkait aborsi ini menitikberatkan untuk melindungi kandungan yang ada pada seorang perempuan. Hal itu dijelaskan pada bagian penjelasan Pasal 463 KUHP. Masih pada bagian penjelasan, yang dimaksud dari kekerasan seksual pada Pasal 463 ayat (2) KUHP Baru adalah Ayat (2) antara lain, pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.
Penjelasan Pasal 463 KUHP:
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. Jika yang diaborsi adalah kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam pasal ini tidak berlaku. Tidaklah relevan di sini untuk menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk melakukan aborsi.
Yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang ditimbulkan, yaitu matinya kandungan itu. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan”, antara lain, pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.
Seperti diberitakan sebelumnya, RKUHP resmi disahkan DPR menjadi undang-undang Selasa (6/12/2022) pagi tadi. 9 fraksi di DPR menyetujui pengesahan termasuk PKS yang memberikan catatan khusus.
(Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com : KUHP Legalkan Aborsi Akibat Perkosaan dan Kekerasan Seksual Legal)
Editor : Abriandi