AI Lebih Cerdas dari Manusia, Ini Bahaya Kecerdasan Buatan Menurut Penciptanya

JAKARTA, iNewsKutai.id - Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini menjadi topik hanya. Karena kemampuannya, AI diprediksi akan menggantikan sejumlah tugas yang selama ini dikerjakan atau tidak mampu dikerjakan manusia.
Namun, di balik itu, ada bahaya kecerdasan buatan yang bisa membahayakan umat manusia. Apalagi, jika teknologi tersebut jatuh ke pihak-pihak yang ingin membuat kerusakan, AI akan menjadi malapetaka.
Peringatan itu sampaikan pencipta kecerdasan buatan, Dr Geoffrey Hinton. Mantan insinyur Google itu menyebut jika AI sudah mendekati fase lebih cerdas dari manusia.
"Sulit untuk membayangkan bagaimana penjahat menggunakannya untuk hal-hal buruk. Itu sangat menakutkan," katanya dikutip dari Metro, Selasa (2/5/2023).
Hinton pun mengaku menyesal telah meneliti AI sepanjang hidupnya hingga mampu melebihi otak manusia. Namun, dia menyebut jika dirinya tidak melakukan penelitian, maka orang lain yang akan menemukannya.
"Tidak dapat dibayangkan beberapa manusia jahat memberi robot kemampuan untuk membuat sub-tujuan mereka sendiri. Akan sulit membayangkan kehancuran yang ditimbulkan," kata Hinton.
Hinton menambahkan, hingga tahun lalu, Google telah bertindak sebagai pelayan yang tepat. Hanya saja, persaingan yang didorong oleh teknologi besar tanpa regulasi global menimbulkan kekhawatiran akan ancaman AI di masa depan.
Hinton diketahui menjadi pelopor dengan mengerjakan ide jaringan saraf AI di Universitas Edinburgh pada 1972. Pada 2012 atau 40 tahun kemudian, dia berhasil mengembangkan jaringan titik yang memungkinkan AI belajar mengidentifikasi objek dalam foto.
Setelah itu, AI mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 2023 ini, jaringan saraf menjadi pusat pembuatan alat AI generatif yang kuat termasuk ChatGPT dan Google Bard.
AI generatif seperti ChatGPT dan Google Bard saat ini menjadi teknologi yang cukup ditakutkan. Sampai-sampai sekelompok pakar AI menandatangani surat terbuka yang menyerukan jeda enam bulan untuk pengembangan AI.
Mereka meminta agar AI dikaji lebih dahulu efek negatifnya. Tujuannya, agar ada jaminan bahwa AI tidak jatuh ke tangan yang salah dan tidak merebut pekerjaan yang selama ini jadi tumpuan hidup banyak umat manusia.
Editor : Abriandi