JAKARTA, iNewsKutai.id - Rencana Kejaksaan Agung melarang terdakwa menggunakan atribut keagamaan dalam persidangan direspons positif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Alasannya, pelaku kejahatan yang mendadak alim saat diadili cenderung merusak citra agama tertentu.
Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi menyatakan, atribut keagamaan sebaiknya tidak dijadikan kedok dan merusak citra agama tertentu. "Ya, saya kira memang sebaiknya demikian agar simbol agama tidak menjadi aksesoris saat persidangan saja," kata pria yang akrab disapa Gus Fahrur, Rabu (18/5/2022).
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku kesal dengan sikap pelaku kejahatan yang mendadak alim saat menjalani persidangan. Terdakwa kerap menggunakan atribut keagamaan untuk menarik simpati atas kejahatan yang dilakukannya.
Karena itu, Jaksa Agung menerbitkan edaran terkait larangan tersebut. Dalam hal ini, edaran tersebut diharapkan dapat menghindari kesan tindak pidana hanya dilakukan oleh suatu pemilik agama tertentu.
Fahrur Rozi menyatakan, larangan tersebut patut didukung. Namun dia menekankan hal tersebut tidak berlaku bagi terdakwa yang memang sejak lama menggunakan atribut keagamaan.
"Sebaliknya kalau dia memang dia seorang guru misalnya, yang memang biasa pakai batik dan kopiah ya jangan dipaksa pakai kaos dan celana pendek selutut," ujar dia.
Dirinya sepakat jika larangan itu diberlakukan kepada terdakwa yang mendadak mengenakan atribut agama saat berada di persidangan. Misalnya ada terdakwa kasus prostitusi atau suap korupsi yang sebelumnya tidak menggunakan hijab yang tiba-tiba memakai gamis dan jilbab saat sidang digelar. "Bukan sekedar pencitraan mendadak saleh," kata Gus Fahrur.
Gus Fahrur menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan Agung dalam pembuatan aturan khusus pakaian terdakwa yang mendadak mengenakan atribut keagamaan. "Namun sebaiknya tidak kaku atau sesuai asas kepatutan saja," kata dia.
Editor : Abriandi