SEOUL, iNewsKutai.id - Demam drama Korea (Drakor) maupun K-Pop yang melanda dunia tidak berlaku di Korea Utara. Warga yang ketahuan menonton Drakor maupun mengidolakan idol K-Pop bisa kehilangan nyawa.
Ancaman itu bukan isapan jempol belakang. Berdasarkan laporan yang dirilis Kementerian Unifikasi Korsel, sejumlah warga Korut dihukum mati karena menyebarkan video Drakor dan musik K-Pop.
Hukuman mati itu divalidasi kesaksian 500 warga Korut yang membelot ke Korsel pada periode 2017 hingga 2022.
Hukuman mati diterapkan pada pelanggaran yang sebenarnya tidak layak diganjar dengan eksekusi, yakni kejahatan narkoba, menyebarkan video drama dan musik Korsel, serta aktivitas keagamaan yang dianggap mengada-ada atau takhayul.
"Hak warga Korea Utara untuk hidup tampaknya sangat terancam. Hukuman mati bisa dikenakan untuk kesalahan sepele," bunyi laporan kementerian, seperti dilaporkan kembali Reuters, Kamis (30/3/2023).
Laporan tersebut menjelaskan secara rinci pelanggaran HAM yang dilakukan negara di lingkungan masyarakat, penjara, serta berbagai tempat lain, termasuk eksekusi, penyiksaan, serta penangkapan sewenang-wenang.
Kasus kematian serta penyiksaan kerap terjadi di tahanan. Beberapa orang dieksekusi mati setelah ditangkap karena mencoba melintasi perbatasan ke luar Korut.
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengatakan, laporan itu seharusnya bisa membuka seluas-luasnya kepada masyarakat internasional mengenai pelanggaran mengerikan yang terjadi di Korut. Dia menegaskan, Korut tidak pantas mendapat bantuan ekonomi 1 sen pun di saat negara itu mengejar ambisi nuklir.
Hampir 34.000 warga Korut pindah ke Korsel. Namun jumlah para pembelot menurun drastis setelah Korut memperketat keamanan di perbatasan.
Kasus pembelotan warga Korut mencapai titik terendah sepanjang masa pada 2021 yakni hanya 63 orang, dipicu pembatasan akibat pandemi Covid-19. Namun setahun kemudian angkanya naik sedikit menjadi 67 orang.
Editor : Abriandi
Artikel Terkait