Kemudian, selama periode awal abad ke-20, wilayah Papua bagian selatan, yang dikenal sebagai Nieuw Guinea di bawah administrasi Belanda, memiliki beberapa kota administratif yang terpisah.
Jayapura, dengan lokasinya yang strategis di pesisir utara Papua, telah berkembang pesat sejak menjadi ibu kota provinsi dan kini merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya di Papua.
“Dari sejarah itulah, saya usul agar IKN sebagai ibu kota negara diberi nama Soekarnopura,” kata Emir Moeis yang disambut tepuk tangan meriah para hadirin. Sambutan meriah ini seolah menjadi persetujuan usulan Emir.
Seperti diketahui, bedah buku berjudul “Inche Abdoel Moeis, Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih” diulas oleh sejumlah kalangan seperti akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum yang digelar di Ruang Theater Lantai 3 Gedung Prof Masjaya, Universitas Mulawarman, Samarinda, Rabu (4/9/2024).
Bedah buku yang ditulis oleh Izedrik Emir Moeis tersebut, mendapat antusiasme oleh hadirin karena membahas sejarah perjuangan tokoh nasionalis asal Kalimantan Timur. Dari bedah buku ini, disebut Emir Moeis membuat peluang pengembangan atau tambahan referensi akan ada di buku selanjutnya.
“Total sekitar 2 tahun untuk proses pengumpulan data dan menulis buku ini. Tadi juga sempat dapat sumber sejarah dari perpustakaan di Washington DC. Makanya nanti akan banyak lagi tambahan untuk buku yang selanjutnya,” beber Emir.
Melalui buku ini Emir Moeis ingin generasi muda Kalimantan Timur memahami bahwa perjuangan pendahulu mereka tidak hanya dalam bidang fisik, tetapi juga diplomasi.
“Saya ingin supaya generasi muda Kaltim itu tahu bahwa pemuda di generasi pendahulunya berjuang keras untuk pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia. Jadi kita bukan cuma sebagai daerah yang menghasilkan hasil bumi untuk jadi NKRI, tapi kita ikut mendirikan republik ini. Jadi ada kebanggaan lah, kalian anak Kaltim, nggak usah minder, kita juga ikut mendirikan republik ini,” ucapnya.
Menurutnya, buku ini sekaligus pengingat bagi mahasiswa dan generasi muda secara umum untuk menjaga fakta sejarah dan juga kearsipan. “Mencari fakta-fakta itu sulit. Itu mengapa mahasiswa-mahasiswa bidang sejarah terutama arsip itu penting. Sejarah itu penting karena kita tidak bisa maju ke depan kalau kita tidak tahu apa yang terjadi di belakang,” ucapnya.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait