SAMARINDA, iNewsKutai.id - Upaya pemerintah menekan angka perkawinan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) perlahan menunjukkan hasil positif. Angka pernikahan dini pada 2022 turun singnifikan sebanyak 309 anak.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengungkapkan, berdasarkan data tahun 2021, angka perkawinan anak hanya turun sebanyak 70 anak sehingga total menjadi 1089 anak.
Sedangkan di tahun 2022 juga terjadi penurunan yang cukup signifikan sebanyak 309 anak. Penurunan ini sejalan dengan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA).
Dalam Stranas PPA, pemerintah menargetkan penurunan angka perkawinan usia anak dari 11,21 persen (2018) menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024 dan 6,9 persen tahun 2030.
Pemerintah juga telah merevisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan mengubah batas usia minimal perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
“Kemudian melalui Instruksi Gubernur Nomor: 463/5665/III/DKP3A Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Usia Anak,” ungkap Soraya dikutip dari laman Pemprov Kaltim, Kamis (11/5/2023).
Perkawinan anak di Indonesia tidak terlepas dari adanya nilai-nilai yang tertanam di masyarakat Indonesia sejak lama yang mendukung atau menormalisasi perkawinan anak.
Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak, dan berdampak secara fisik serta psikis bagi anak-anak, Bahkan dapat memperparah tingginya angka kemiskinan, stunting, putus sekolah dan penyakit berbahaya.
“Salah satu kunci penting dengan pengasuhan yang positif bagi anak oleh orang tua dan lingkungan masyarakat, sehingga dapat menentukan baik buruknya karakter seorang anak kelak,” harapnya.
Editor : Abriandi