Awalnya, Tjio Wie Tay membentuk kemitraan dagang dengan Lie Tay San dan The Kie Hoat yang disebut Tay San Kongsie pada tahun 1945, yang awalnya bergerak dalam perdagangan rokok.
Namun, ketika permintaan akan buku meningkat setelah kemerdekaan karena penerbit Belanda meninggalkan Indonesia, Tay San Kongsie melihat peluang tersebut dan membuka toko buku impor dan majalah.
Pada saat itu, masih ada persaingan dengan toko buku Belanda seperti Van Dorp dan Kolff, namun toko buku milik Tay San Kongsie lebih baik dan memiliki variasi yang lebih banyak dibandingkan kedua toko buku asing tersebut.
Karena keuntungan dari penjualan buku lebih besar daripada penjualan rokok dan bir, Tay San Kongsie akhirnya menutup usaha rokok dan bir, dan fokus pada toko buku. Pada tahun 1951, Tjio Wie Tay membeli sebuah rumah sitaan Kejaksaan di Jalan Kwitang No. 13, Jakarta Pusat, yang kemudian dijadikan percetakan kecil di bagian belakangnya.
Dua tahun kemudian, pada tahun 1953, Tjio Wie Tay mengembangkan usahanya menjadi sebuah firma. Namun, ide ini ditolak oleh Lie Tay San, sehingga dia keluar dari kemitraan.
Setelah itu, didirikanlah Firma Gunung Agung, yang ditandai dengan adanya pameran buku di Jakarta pada 8 September 1953. Gunung Agung mampu memamerkan 10.000 buku, jumlah yang fantastis pada masa itu, dengan modal sebesar Rp500.000. Pameran ini menjadi momen awal dari bisnis Toko Buku Gunung Agung pada tahun 1953.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta