KUTAI, iNewsKutai.id - Siapakah Sultan Aji Muhammad Idris? Dia pernah berkuasa di Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Bagaimanakah sosok dan perannya sehingga dia pantas untuk mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional sebagaimana gelar yang telah diberikan kepada ayahanda mertuanya yaitu La Madukelleng sebagai pahlawan nasional.
Sultan Aji Muhammad Idris merupakan satu-satunya sultan yang rela meninggalkan tahta kerajaan di Kutai untuk berjuang lintas daerah melawan koloniali Belanda.
Suatu sikap nasionalisme yang tinggi telah diperlihatkan Sultan Adji Muhammad Idris pada masanya.
Fakta dan data sejarah perjuangan Sultan Adji Muhammad Idris yang gigih melawan penjajah kolonial Belanda.
Pada masa pemerintahan Aji Muhammad Idris (1735-1778), seluruh wilayah Kutai Kertanegara atau Kalimantan Timur umumnya telah menerima Islam.
Keberpihakannya pada Islam tidak tanggung-tanggung. Dia merupakan penguasa Kutai Kartanegara pertama yang memakai gelar sultan.
Sultan Muhammad Idris kemudian membentuk jajaran khusus yang bertugas semacam kadi yakni menangani persoalan agama di seluruh Kutai Kartanegara.
Dalam sejarah panjang Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, nama Sultan Aji Muhammad Idris memiliki tempat tersendiri. Nama beliau melekat dalam sanubari banyak orang tidak saja di Kalimantan Timur tetapi juga di Sulawesi Selatan.
Perjuangannya telah menjadi satu model baru dalam melihat bagaimana kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara di masa lalu. Membangun kerjasama dalam mengusir penjajah.
Sultan Aji Muhammad Idris dengan kesadaran penuh meninggalkan tahtanya demi membantu mertuanya La Maddukelleng yang ketika itu dihadapkan pada situasi yang sangat sulit membantu membebaskan Kerajaan Wajo dalam cengkeraman VOC Belanda.
Sultan Adji Muhammad Idris dikenal sebagai tokoh yang sangat penting dalam sejarah perjuangan Kerajaan Kutai Kartanegara. Dia adalah satu-satunya raja dan pemimpin dari Kerajaan Kutai yang berjuang dengan gigih militan dan tanpa kompromi mengusir penjajah Belanda.
Di bawah pimpinan sultan Adji Muhammad Idris dengan kekayaan yang dimiliki Kerajaan Kutai, Kutai membeli senjata dan mesiu yang diselundupkan dari Brunei Solok, dan Mindanau. Persenjataan tersebut merupakan persiapan untuk memerangi Belanda.
Dia juga berhasil mengkoordinir kekuatan pasukan tempur yang direkrutnya dari pejuang Kutai, Pasir Sambaliung dan Pangatan.
Pasukan kekuatan tersebut berkekuatan kurang lebih 800 orang termasuk perwira dan prajurit Sepangan Raja Kesultanan Kutai.
Pada saat penyerangan Kerajaan Wajo terhadap Benteng Ford Roterdam (di Ujung Pandang) pada 1739, Adji Muhammad Idris dengan gagah berani ikut dalam penyerangan tersebut.
Sultan Adji Muhammad Idris pada 1739 wafat setelah kuda yang ditumpanginya terperosok masuk lubang jebakan yang dibuat oleh suruhan Aji Kado dan Kerajaan Gowa Tallo sehingga beliau tidak dapat tertolong.
Menjelang ajalnya Sultan Adji Muhammad Idris menitipkan keris Buritkang (pusaka Kerajaan Kutai) kepada La Barru dan berpesan agar keris tersebut disampaikan kepada Adji Puteri Agung di tanah Kutai, puteranya yang berhak menjadi raja.
Sultan Adji Muhammad Idris kemudian tercatat dalam catatan lama di Sulawesi Selatan dengan gelar darise Daenna Parasi Petta Kutai Petta Matinro Ri Kawannesulta.
Untuk diketahui ditetapkannya Sultan Aji Muhammad Idris ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo pada hari pahlawan yang jatuh pada 10 November 2021 di Istana Bogor.
Sultan Aji Muhammad Idris merupakan Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang ke-14 dimakamkan di Komplek Makam Pahlawan Nasional Lamaddukelleng yang terletak sekitar 200-an meter arah selatan Lapangan Merdeka di Kota Sengkang Ibukota Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.
Putra mahkota beliau yaitu Aji Imbut yang dikenal juga sebagai pendiri Kota Tenggarong meneruskan tahta beliau dan memindahkan kerajaan dari Kutai Lama ke Tangga Arung Tenggarong.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta