BALI, iNewsKutai.id - Gubernur Kaltim Isran Noor menyebut Dana Bagi Hasil (DBH) sumber daya alam minimal 50 persen bagi daerah penghasil. Hal tersebut untuk memastikan Pemprov bisa membangun daerah dengan lebih maksimal.
Selama ini, DBH lebih banyak dinikmati pemerintah pusat untuk membiayai pembangunan. Sementara daerah penghasil hanya kebagian porsi kecil dan kesulitan untuk mengatasi dampak dari pengelolaan SDA.
Isran Noor di hadapan sejumlah gubernur dan Kepala OPD dalam Rakor Usulan Dana Bagi Hasil Lainnya Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (KHPD) menegaskan, pembagian keuangan selama ini belum membantu daerah bisa membangun daerahnya lebih maksimal.
“Dalam UUD 1945 harusnya pembangunan itu sama rata tidak hanya di Pulau Jawa saja, sementara semua daerah di luar Pulau Jawa menghasilkan sumber daya alam yang menyokong devisa negara kesulitan dalam penganggaran,” tegas Isran, Senin (9/5/2022).
Menurut dia, penerimaan daerah minimal 50 persen dari pendapatan negara, harus diperjuangkan demi pembangunan daerah yang berkeadilan.
"Jadi, perjuangan dana bagi hasil yang kita usulkan ini untuk kesinambungan pembangunan bangsa ini jaun kedepan, tidak kepentingan, apalagi keuntungan para gubernur saat ini," ungkapnya lagi.
Menurut dia, Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sudah memberikan masukan terkait DBH kepada pemerintah pusat dan legislatif, namun tidak diakomodir dan UU 1/2022 tentang HKPD tetap disusun tanpa memberi peluang besar (DBH) terhadap daerah penghasil.
"Kita melalui APPSI sudah usulkan materi UU HKPD, bahkan DBH untuk SDA minimal APBN itu 50 persen yang didrop ke daerah dan sisanya 50 persen yang dikelola pusat," sebutnya.
Namun demikian lanjutnya, pemerintah daerah tidak perlu berputus asa memperjuangkan kepentingan daerah dan tidak boleh terhenti meski berhadapan dengan undang-undang negara yang mengaturnya. Alasannya masih ada celah hukum yang bisa dimaksimalkan.
"Inilah kita bahas bersama saat ini untuk segera dibuatkan dokumen usulannya kepada pemerintah pusat," tambahnya.
Senada, Gubernur Riau, Syamsuar menyatakan jika UU HKPD awalnya menjadi angin segar bagi perimbangan keuangan daerah, namun kenyataannya terbalik. Sebaliknya, pendapatan provinsi justru dikurangi.
“Memang ada perubahan yakni pendapatan provinsi dikurangi dibagi ke daerah, bukan penerimaan pusat yang dialihkan ke daerah,” ungkap Syamsuar seraya merinci satu persatu alokasi keuangan daerah.
Dalam paparannya lebih 35 menit, diungkapkan bagaimana daerah bisa membangun daerah jika perlahan sumber pendapatannya ditarik ke pusat dan kembalinya jauh dari harapan.
“Ancaman tahun depan, PKB nantinya langsung ke daerah tidak lagi dibagi di provinsi seperti saat ini,” ungkapnya.
Sebagai provinsi yang banyak menghasilkan devisa negara namun nasibnya sama dengan Kaltim, Riau, ujar Syamsur mulai melakukan pengetatan ikat pinggang agar bisa memberikan pelayanan publik serta membangun.
“Kami mendukung Kaltim yang menggelar Rakor DBH ini, agar pemerintah pusat memahami kondisi daerah penghasil jangan sampai menimbulkan masalah sosial di kemudian hari,” pungkasnya.
Editor : Abriandi