get app
inews
Aa Text
Read Next : PDI Perjuangan Usung Petahana Edi Damansyah-Rendi Solihin di Pilkada Kutai Kartanegara

MK Tolak Gugatan Amin dan Ganjar-Mahfud, Diwarnai Dissenting Opinion Hakim Konstitusi

Senin, 22 April 2024 | 18:35 WIB
header img
Putusan MK terkait sengketa pilpres 2024 diwarnai dissenting opinion tiga hakim konstitusi. (Foto: giffar rivana)

JAKARTA, iNewsKutai.id - Hasil sidang putusan sengketa pemilihan presiden (pilpres) 2024 sudah dibacakan. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan yang diajukan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. 

Putusan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ini dibacakan dalam sidang Senin (22/4/2024) sore. Namun, putusan ini diwarnai dissenting opinion dari hakim konstitusi Arief Hidayat. Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.

Dalam putusannya, ketua MK tak membacakan secara lengkap seluruh pertimbangan putusan. Pertimbangan itu memiliki kesamaan dengan yang dibacakan saat putusan permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.  

Pasangan Amin dan Ganjar-Mahfud sebelumnya menyampaikan sejumlah permohonan. Salah satunya meminta mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Namun, putusan itu diwarnai dissenting opinion dari hakim Konstitusi. Arief Hidayat saat membacakan pendapat berbeda dalam pembacaan putusan PHPU, Arief mengabulkan sebagian permohonan yang dilayangkan kubu Anies-Muhaimin untuk Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah. 

Mulai dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara. 

"Mengabulkan permohonan untuk sebagain, memerintahkan a revote in Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatra Utara," kata Arief saat membacakan dissenting opinionnya di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Senin (22/4/2024). 

Arief mengatakan Presiden Jokowi dan aparaturnya tidak netral bahkan mendukung paslon tertentu. Hal ini dikhawatirkan menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit yang berpotensi mengancam tata demokrasi ke depan. 

"Dalam memeriksa dan memutus, MK sepatutnya tak boleh hanya berhukum melalui pendekatan formal, dogmatis yang hanya menghasilkan rumusan hukum yang rigid kaku dan prosedural. Melainkan perlu berhukum secara ekstensif menghasilkan rumusan hukum yg progresif, solitif dan subtantif tatkala lihat adanya pelanggaraan asas pemilu jurdil," ujar Arief. 

"Semua dalil-dalil dianggap terbukti berlawanan dengan hukum, harusnya dikabulkan," katanya.

Hal senada disampaikan Saldi Isra yang menilai seharusnya dilakukan PSU di sejumlah daerah. Dia juga menyoroti keberpihakan sejumlah kepala daerah selama pilpres 2024.

Artikel ini telah tayang di www.inews.id

Editor : Abriandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut