SAMARINDA, iNewsKutai.id - Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) masih tinggi. Hingga November 2024, tercatat sebanyak 88 terdata menjadi korban kekerasan.
Data ini berdasarkan laporan yang masuk ke Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim mencatat, tingginya akan pelaporan seiring dengan kesadaran masyarakat tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Dulu, laporan yang masuk tidak sebanyak ini. Sekarang, dengan adanya layanan hotline SAPA 129, laporan kekerasan semakin banyak terdeteksi dan ditangani dengan baik," kata Kepala DKP3A Noryani Sorayalita dikutip dari laman Pemprov Kaltim, Jumat (6/12/2024).
Menurutnya, peningkatan jumlah pelaporan juga disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat serta aksesibilitas saluran pelaporan yang semakin luas.
Angka laporan di daerah perkotaan lebih tinggi karena masyarakat memiliki akses lebih mudah ke layanan pelaporan, baik melalui kepolisian, lembaga hukum, maupun Tim Reaksi Cepat yang dibentuk masyarakat.
Soraya pun mengakui jika upaya pencegahan kekerasan di Kaltim belum berjalan optimal. Dibutuhkan kolaborasi intensif antara berbagai pihak, termasuk pemerintah kabupaten dan kota, untuk memastikan langkah-langkah pencegahan dapat lebih tepat sasaran.
"Selama ini, pendekatan kita lebih banyak bersifat reaktif. Saat ada laporan kekerasan, kita langsung tangani. Namun, kita perlu memetakan kembali akar masalahnya agar kebijakan yang diambil dapat lebih efektif," ujarnya.
Dari hasil pemetaan, penyebab utama kekerasan terhadap perempuan dan anak mulai dari masalah ekonomi, konflik keluarga, hingga kondisi lingkungan seperti rumah yang tidak layak huni.
"Langkah preventif yang dilakukan sejauh ini masih belum menyentuh akar permasalahan. Selain preventif, kita juga perlu kebijakan yang terfokus pada faktor penyebab," pungkasnya.
Editor : Abriandi