JAKARTA, iNewsKutai.id - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan sengketa hasil Pilkada Kutai Kartanegara, Kamis (23/1/2025).
Sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo ini dengan agenda mendengar jawaban termohon dalam hal ini KPU Kutai Kartanegara terkait gugatan yang dilayangkan pemohon.
KPU Kukar melalui kuasa hukumnya, Hifdzil Alim menyatakan jika pelaksanaan Pilkada Kukar sudah sesuai aturan. Dia menjabarkan penghitungan periodisasi Edi Damansyah yang dipersoalkan pemohon karena dianggap telah menjabat dua periode.
"Edi Damansyah menerima penugasan sebagai pelaksana tugas Bupati Kutai Kartanegara terhitung sejak 10 Oktober 2017 hingga 8 April 2018, kemudian dikukuhkan sebagai Plt 9 April 2018 hingga 13 Februari 2019," papar Hifdzil.
Edi kemudian dilantik sebagai Bupati Kutai Kartanegara dengan masa jabatan 14 Februari 2019 hingga 25 Februari 2021. Setelah itu, politikus PDIP itu kembali maju dalam pilkada Kartanegara pada 2021.
“Oleh karenanya, Termohon berpendapat bahwa Edi Damansyah menjabat belum melampaui dua periode,” kata Hifdzil menanggapi dalil pemohon.
Hal senada disampaikan paslon nomor urut 1 Edi Damansyah–Rendi Solihin (melalui kuasa hukumnya, Anwar. Dia menegaskan jika wakil kepala daerah yang menjabat Plt tidak dapat dihitung sebagai bagian dari masa jabatan.
penghitungan masa jabatan tidak dapat dihitung kecuali berdasarkan pelantikan yang ditentukan secara defenitif.
"Kenapa kami menyatakan belum dua periode, karena masa Plt tidak bisa dihitung sebagai periodisasi jabatan," tegas Anwar.
Sebelumnya, pada sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin (13/1/2025) lalu, pemohon Awang Yacob Lukman-Ahmad Zais mengajukan pembatalan keputusan KPU Kukar tentang Penetapan Hasil Pemilihan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2024.
Dalam gugatannya, pemohon menyatakan secara faktual Edi Damansyah dalam penghitungan periodisasi telah menjabat dua periode sebagai Plt Bupati Kutai Kartanegara sejak 6 Oktober 2017–13 Februari 2019.
Edi kemudian dilantik sebagai Bupati Definitif sejak 14 Februari 2019–13 Februari 2021. Karena itu, pemohon meminta agar MK menunda pemberlakuan ketentuan ambang batas pada Pasal 158 UU 10/2016 secara kasuistik.
Editor : Abriandi