WASHINGTON, iNewsKutai.id - Perang Rusia vs Ukraina mulai berdampak pada ketahahan energi Amerika Serikat. Negara adidaya itu kemungkinan tidak akan bisa memenuhi pasokan energi dalam negeri.
Akibatnya, warga AS terancam kekurangan pasokan listrik. Hal tersebut dinilai mengancam keamanan nasional dan kualitas hidup warga AS. Situasi tersebut memaksa Presiden Joe Biden menetapkan status darurat energi.
Biden mengajukan Undang-Undang Produksi Pertahanan, awalnya dibuat untuk memobilisasi industri saat Perang Korea pada 1950-an. Tujuan UU ini adalah memacu produksi panel surya dalam negeri serta bentuk energi bersih lainnya guna meningkatkan pasokan listrik.
“Banyak faktor yang mengancam kemampuan Amerika Serikat guna menyediakan pembangkit listrik yang cukup untuk melayani permintaan konsumen. Faktor-faktor ini termasuk gangguan pasar energi disebabkan invasi Rusia ke Ukraina serta cuaca ekstrem yang diperburuk oleh perubahan iklim,” kata Biden, dalam dokumen deklarasi darurat energi yang dirilis Senin (6/6/2022).
Deklarasi darurat yang diumumkan Biden termasuk pembebasan tarif masuk panel surya dari empat negara Asia Tenggara selama 2 tahun. Penerapan tarif menjadi salah satu faktor tertundanya proyek panel surya raksasa di AS. Sekitar 75 persen modul surya yang dipasang di AS diimpor dari Asia Tenggara.
Pasokan listrik dari sumber energi terbarukan yang berada di beberapa negara bagian seperti California dan Texas terganggu. Pasokan tenaga surya dan bayu di kedua wilayah itu sering terputus, sehingga permintaan tinggi tidak selalu bisa diimbangi dengan pasokan.
Dalam beberapa kasus, turbin angin membeku selama musim dingin yang parah di Texas pada 2021, menyebabkan pemadaman dan kerugian sebesar 195 miliar dolar AS. Selain itu 246 orang meninggal akibat cuaca ekstrem. Sebelumnya Biden juga menyalahkan Rusia atas lonjakan harga bahan bakar AS dan inflasi ke level tertinggi sejak 40 tahun. Dia juga mengaitkan krisis pangan global dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Editor : Abriandi