ANKARA, iNewsKutai.id - Konflik Ukraina disinyalir dimanfaatkan salah satu anggota NATO untuk melemahkan Rusia. Negara tersebut tidak ingin perang yang berkecamuk di wilayah pecahan Uni Soviet itu, berakhir dalam waktu dekat.
Tudingan tersebut dilontarkan Turki menyusul usaha Ankara untuk memediasi konflik kedua negara namun ditentang sejumlah negara Barat. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavuslogu menyebut ada negara tersebut tidak peduli dengan situasi yang terjadi di Ukraina.
“Ada negara-negara di dalam NATO yang menginginkan perang Ukraina berlanjut. Mereka melihat kelanjutan perang sebagai pelemahan Rusia. Mereka tidak terlalu peduli dengan situasi di Ukraina,” kata Cavusoglu, seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (22/4/2022).
Meski tidak menyebut secara spesifik, namun tudingan tersebut diduga menyindir Amerika Serikat (AS) yang selama ini getol mempersenjatai militer Ukraina. Washington juga aktif mendorong anggota NATO untuk memberikan bantuan persenjataan bagi Kiev.
Tidak hanya itu, Presiden Joe Biden juga pernah mengeluarkan pernyataan jika perang di Ukraina bisa berlanjut untuk waktu yang lama.
Selain AS, Inggris juga menjadi salah satu negara yang aktif membantu persenjataan bagi militer Ukraina. Bahkan, perdana menteri Boris Johnson aktif melobi negara-negara lain untuk memberikan sanksi kepada Rusia.
Cavislogu mengatakan Turki ingin merundingkan solusi diakhirinya konflik di Ukraina. Namun, sayangnya, beberapa anggota NATO ingin sebaliknya. Dalam penampilan panjang di CNN Turk, Cavusoglu membahas keputusan Turki untuk tidak memberikan sanksi kepada Moskow dan mengapa perundingan Istanbul antara Rusia dan Ukraina gagal.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan setelah panggilan telepon dengan para pemimpin G7 pada hari Selasa bahwa Barat bersatu dalam tidak membiarkan Rusia menang."Dan bertekad untuk terus mempersenjatai militer Ukraina sehingga dapat terus mempertahankan diri terhadap serangan [Rusia]," katanya.
Turki telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan sanksi yang dipimpin AS terhadap Rusia karena sanksi itu sepihak. "Tidak seperti sanksi mengikat yang diputuskan di PBB,” kata Cavusoglu.
Turki sendiri merupakan anggota NATO, meski kebijakannya selama ini kerap berseberangan dengan AS. Ankara mengartikulasikan posisinya pada hari pertama konflik Ukraina, yaitu melanjutkan kontak diplomatik dengan kedua belah pihak, sebagai negara yang dipercaya kedua belah pihak.
Sementara Turki tidak berharap banyak setelah pembicaraan Rusia-Ukraina pertama di Antalya, namun harapannya tinggi setelah pembicaraan lanjutan di Istanbul. Namun, Ukraina memilih mundur dari kesepakatan yang dicapai di Istanbul setelah gambar dugaan pembantaian di Bucha, yang ditudingkan Kiev dilakukan oleh pasukan Rusia.
Moskow telah membantah tuduhan itu. Cavusoglu juga menjelaskan permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk jaminan keamanan dari NATO. “Tidak ada yang setuju dengan permintaan Zelensky untuk jaminan Pasal 5 NATO,” katanya, merujuk pada klausul pertahanan bersama aliansi yang terkenal.
“Tidak ada negara yang menerima proposal ini. AS, Inggris, dan Kanada juga tidak menerima ini. Tentu saja, Turki tidak menerima ini. Pada prinsipnya, tidak ada yang menentang jaminan ini, tetapi ketentuannya tidak jelas.”
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan persyaratan Perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014.
Serangan juga dimulai setelah Moskow mengakui dua wilayah Donbass di Ukraina timur; Donetsk dan Luhansk, sebagai negara merdeka. Perjanjian Minsk yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri tersebut di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu juga menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik Donbass dengan paksa. iNews Kutai
(Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com engan judul "Turki: Ada Negara NATO Ingin Perang Ukraina Berlarut-larut untuk Lemahkan Rusia".)
Editor : Abriandi