WASHINGTON, iNewsKutai.id - Keengganan Amerika Serikat (AS) memasok senjata canggih ke Ukraina ternyata didasari kekhawatiran peralatan militer tersebut jatuh ke tangan Rusia. Jika hal tersebut terjadi, bukan tidak mungkin Kremlin akan mengetahui kelemahan dari senjata Barat.
Ukraina sebelumya meminta AS mengirimkan peluncur roket ganda atau MLRS untuk melawan Rusia. Namun permintaan itu tidak dikabulkan Washington. Terbaru, AS tengah mempertimbangkan pengiriman rudal antikapal canggih, Harpoon ke Ukraina untuk membantu perang melawan Rusia.
Senjata ini diharapkan bisa mengusir sekitar 20 kapal perang Rusia yang beroperasi di Laut Hitam dan membantu Ukraina merebut kembali pelabuhan di kawasan tersebut. Namun, rencana pengiriman tersebut dibayangi sejumlah kekhawatiran baik dalam pengeoperasian maupun pengamanannya.
AS telah melatih sejumlah tentara Ukraina untuk menggunakan senjata dari Barat. Namun, satu yang sangat tidak diinginkan adalah jika rudal pemangsa kapal perang itu direbut militer Rusia.
Sebelumnya, ribuan senjata bantuan Amerika Serikat dan negara Barat lainnya disalahgunakan. Senjata tersebut tidak dikuasai militer Ukraina melainka jatuh ke tangan sejumlah kelompok paramiliter.
Tiga pejabat AS serta sumber di Kongres menyebut jika hambatan-hambatan untuk mengirim persenjataan tersebut ke Ukraina menjadi pembahasan alot. Mereka membahas dampak yang akan terjadi jika rudal antikapal benar-benar digunakan.
Mereka mengatakan pegiriman dua model rudal antikapal, yakni Harpoon buatan Boeing, serta Naval Strike Missile buatan Kongsberg dan Raytheon Technologies, sedang dipertimbangkan.
Alternatif lain, rudal itu dikirim oleh sekutu AS di Eropa yang memiliki dua model rudal tersebut. Dua model rudal berharga sekitar 1,5 juta dolar AS atau sekitar Rp22 miliar untuk sekali tembakan.
Pada April lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta Portugal untuk memberikan Harpoon, rudal yang memiliki jangkauan hampir 300 km. Namun ada beberapa kendala yang membuat Ukraina tidak bisa mendapatkannya.
Pertama, keterbatasan platform untuk meluncurkan Harpoon dari darat karena sebagian besar rudal itu biasanya ditembakkan dari laut menggunakan kapal. Dua pejabat AS mengatakan sedang mengupayakan beberapa alternatif, termasuk mengambil alat peluncur dari kapal perang yang ada.
Bryan Clark, pakar militer dari Institut Hudson, mengatakan 12 hingga 24 rudal antikapal yang memiliki jangkauan lebih dari 100 km, termasuk Harpoon, sudah cukup untuk mengancam kapal-kapal perang Rusia. Senjata itu juga dapat mendesak Rusia untuk mencabut blokade.
"Jika Putin tetap bertahan, Ukraina bisa menghancurkan kapal perang terbesar Rusia, karena mereka tidak punya tempat untuk bersembunyi di Laut Hitam," kata Clark.
Rusia telah kehilangan beberapa kapal perang selama invasi pada 24 Februari, salah satunya kapal utama dalam operasi di Laut Hitam, Moskva.
Editor : Abriandi