SAMARINDA, iNewsKutai.id - Dewan Adat Daya Kalimantan Timur menyayangkan pernyataan Edy Mulyadi dalam channel MimbarTube yang menyebut Kalimantan sebagai tempat jin buang anak. Ucapan tersebut dinilai sangat melukai perasaan masyarakat yang bermukim di Benua Etam.
"Menyinggung lokasi Ibu Kota Negara (IKN) sebagai tempat jin buang anak itu tidak elok, sangat disayangkan sekali. Pernyataan itu sangat melukai perasaan masyarakat Kaltim," tegasnya, Senin (24/1/2022).
Dia mengingatkan pihak-pihak yang menolak pemindahan ibu kota ke Penajam Paser Utara untuk menyampaikan pendapatnya dalam kaidah kebhinekaan dengan kajian akademi yang baik dan benar. Pasalnya, keputusan memindahkan IKN merupakan kebijakan yang telah dirumuskan melalaui kajian akademik, ekonomi, sosial-politik.
"Jika berbeda pendapat terutama di forum publik, hendaknya arif dan bijaksana dalam menyampaikan sesuatu sehingga tidak menyinggung perasaan dan mencederai rasa persaudaraan," ujarnya.
Zainal yang juga anggota DPD RI Dapil Kaltim ini juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan sikap dan pernyataan sosok Edy Mulyadi. Menurut dia, yang menjadi fokus saat kita adalah bagaimana mendukung dan menyukseskan pemindahan IKN yang telah disahkan melalui UU IKN pada 18 Januari 2022.
Dia menambahkan, pemindahan IKN merupakan bagian solusi pemerataan ekonomi khususnya di Indonesia timur. "Tidak usah terprovokasi, jangan sampai kita terbelah dengan hal yang tidak penting terutama mengusik keberadaan dan keberagaman kita di Indonesia,"pungkasnya.
Sebelumnya, beredar video yang diduga Edy Mulyadi menghina warga Kalimantan dengan menyebut sebagai wilayah tempat jin buang anak. Rekaman tersebut diduga potongan video penolakan IKN di Kalimantan Timur.
"Bisa memahami gak, ini ada sebuah tempat elit punya sendiri yag hargaya mahal punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak," ujar Edy dalam pernyataannya yang diduga terkait pemindahan ibu kota.
"Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain membangun di sana," ujarnya lagi.
Editor : Abriandi