JAKARTA, iNewsKutai.id - Polemik Ibu Kota Nusantara (IKN) yang hingga saat ini belum memiliki nama menggelitik Ketua Umum (Ketum) Gerakan Pemuda Marhaenis Izedrik Emir Moeis.
Menurut Emir Moeis, pemberian nama IKN ada baiknya dikaitkan dengan sejarah berdirinya Negara Indonesia.
“Kita harus ingat sejarah, bahwa salah satu pendiri bangsa ini adalah Soekarno. Selain sebagai presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno adalah tokoh yang merepresentasikan persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Emir Moeis saat memberikan sambutan dalam acara bedah buku “Inche Abdoel Moeis, Pejuang Nasionalis Tanpa Pamrih” yang digelar di Ruang Theater Lantai 3 Gedung Prof Masjaya, Universitas Mulawarman, Samarinda, Rabu (4/9/2024).
“Beliau bisa diterima semua kalangan, semua agama dan semua golongan,” tambah Emir Moeis di acara yang dihadiri ratusan mahasiswa, dosen, dan undangan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Emir Moeis mengingatkan tentang sejarah perebutan Papua Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Papua, menurutnya, mengalami beberapa perubahan ibu kota sepanjang sejarahnya.
Sebelum Papua secara resmi menjadi bagian dari Indonesia, wilayah ini merupakan bagian dari Papua Nugini yang dikuasai oleh Belanda. Pada masa kolonial Belanda, ibu kota administratif di wilayah Papua adalah Holandia.
“Nama ini digunakan selama masa penjajahan Belanda, dan kota ini menjadi pusat administratif utama di wilayah Papua saat itu. Nama Holandia kemudian diubah menjadi Soekarnapura setelah Belanda hengkang dari Papua, nama ini digunakan hingga tahun 1967. Kemudian oleh Orde Baru diubah menjadi Jayapura hingga sekarang ini,” kata Emir.
“Demikian juga dengan gunung di Papua. Saat itu, puncak gunung tertinggi dinamakan Soekarno, kemudian diganti dengan nama Puncak Jaya. Ini saya kira sesuatu yang menjadi catatan sejarah yang menyedihkan akan perbuatan sekelompok anak bangsa yang melupakan sejarah dan pahlawannya,” tambah Emir Moeis.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta