Waspada Diabetes Tipe 5, Ancaman Baru bagi Remaja Kurus di Negara Berkembang

Prof. Nihal Thomas dari Christian Medical College, India, menyebut bahwa selama ini banyak pasien yang salah diagnosis karena diabetes tipe 5 tidak menampilkan gejala khas seperti tipe 1 atau 2.
“Karena kurangnya pengakuan formal, kondisi ini kurang diteliti dan salah didiagnosis,” jelasnya.
Pasien yang salah diagnosis biasanya diberikan terapi insulin berlebihan, yang justru berisiko menyebabkan hipoglikemia parah atau penurunan kadar gula darah secara ekstrem.
Meski kini telah diakui secara global, belum tersedia protokol pengobatan standar untuk diabetes tipe 5. Hal ini menyebabkan banyak pasien tidak bertahan lebih dari satu tahun setelah diagnosis.
Sebagai langkah awal, Prof. Hawkins menyarankan pengelolaan berbasis pola makan tinggi protein, rendah karbohidrat, serta intervensi mikronutrien penting seperti vitamin A, zinc, dan zat besi. Intervensi ini dinilai dapat membantu mengurangi risiko komplikasi serius.
Prof. Hawkins mengatakan dirinya mulai tertarik pada kondisi ini sejak 2005, ketika mendengar laporan dari dokter-dokter di negara berkembang tentang pasien muda yang kurus dan tidak merespons insulin.
“Pasien-pasien ini tidak menunjukkan gejala khas diabetes tipe 1 atau tipe 2, dan kerap mendapatkan penanganan yang tidak tepat,” ungkap Hawkins.
Kasus diabetes tipe 5 ini pertama kali tercatat di Jamaika pada tahun 1955. WHO sempat mengkategorikannya sebagai “diabetes akibat malnutrisi” pada era 1980-an, namun klasifikasi itu dicabut pada tahun 1999 karena minimnya bukti ilmiah.
Editor : Abriandi