Pasukan khusus wanita ini, yang dipimpin oleh Matah Ati, merupakan prajurit setia yang selalu mengawal Pangeran Sambernyawa saat berada di medan perang, menghadapi pasukan Kompeni Belanda, hingga saat Pangeran Sambernyawa menjadi Pangeran Mangkunegara I.
Keberadaan pasukan estri ini tentu merupakan terobosan di tengah tradisi Jawa yang biasanya menempatkan wanita sebagai konco wingking, yaitu sebagai pengurus rumah tangga untuk melayani suami dan keperluan dapur.
Melalui pembentukan pasukan estri, para wanita tersebut dengan penuh keberanian tampil di garis depan pertempuran, tidak hanya piawai bertempur di medan laga dengan berbagai senjata dan ilmu kanuragan, tapi juga memiliki kemampuan berkesenian dan mengurus pekerjaan rumah tangga, serta bercocok tanam untuk bertahan hidup dalam jangka waktu panjang. Bagi prajurit wanita yang sudah berkeluarga, mereka memiliki peran ganda sebagai istri yang tetap melayani suami dan mengurus rumah, namun juga tetap menjalankan tugas keprajuritan, baik sebagai pasukan tempur, pengawal, teliksandi, maupun mata-mata.
Dalam Istana Mangkunegaran, prajurit wanita ini juga memiliki tugas menghibur tamu-tamu kerajaan, karena mereka bisa menjadi sinden, wiyogo, serta memainkan tarian bedhaya, srimpi, munggeng kelir, hingga taledhekan.
Sebagai bagian dari prajurit tempur, para wanita ini memiliki jiwa korps yang kuat. Mereka sangat setia pada teman sejawat dan sangat dihormati oleh lawan-lawannya. Pasukan Estri Ladrang Mangungkung beranggotakan 60 prajurit wanita pilihan. Mereka selalu mengendarai kuda dan memiliki senapan dan wedung, yang merupakan senjata khusus untuk para wanita. Para prajurit wanita pilihan ini juga bertugas mengawal keselamatan istri KGPAA Mangkunegara I serta para wanita keluarga Mangkunegaran.
Setelah Pangeran Sambernyawa atau KGPAA Mangkunegara I meninggal, keberadaan pasukan estri tetap dipertahankan. Pasukan khusus beranggotakan para wanita tersebut bergabung dalam pasukan yang lebih besar, yaitu Legiun Mangkunegaran yang dibentuk dan dikembangkan oleh Mangkunegara II pada tahun 1808.
Legiun Mangkunegaran mengadopsi militer Perancis secara fisik, persenjataan, taktik, dan organisasi, serta mendatangkan pelatih profesional dari Belanda, Perancis, dan Inggris untuk menggembleng prajuritnya.
Pasukan Estri Ladrang Mangungkung yang termasuk dalam Legiun Mangkunegaran terlibat dalam berbagai pertempuran, mulai dari perang Jawa tahun 1825-1830, perang Aceh tahun 1873, menumpas bajak laut di Bangka pada tahun 1919-1920, hingga melawan serangan Jepang saat pecah perang dunia kedua pada tahun 1942. Legiun Mangkunegaran tetap menjadi kekuatan pasukan militer yang modern dan kuat hingga masa kekuasaan Mangkunegara VII.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait