JAKARTA, iNewsKutai.id - Pilot maskapai Susi Air, Kapten Philips M diduga disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kelompok Egianus Kogoya. Penyanderaan ini mengingatkan pada operasi pembebasan sandera Mapenduma pada 1996 silam di Irian Jaya.
Kapten Philips yang berkebangsaan Selandia Baru diduga disandera KKB Papua setelah pesawatnya dibakar KKB di ujung landasan Bandara Paro. Sedianya, pesawat jenis pilatus porter itu akan kembali ke Bandar Moses Kilangan dengan membawa 5 penumpang.
Dilansir iNews, KKB Papua menyatakan bertanggung jawab atas pembakaran pesawat Susi Air di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Selasa (7/2/2023). Tidak hanya itu, mereka mengaku telah menyandera pilot pesawat, Kapten Phillips.
Mereka mengancam tidak akan melepaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu kecuali pemerintah mengakui kemerdekaan Papua.
"Kami TPNPB Kodap III Ndugama-Derakma tidak akan pernah kasih kembali atau kasih lepas pilot yang kami sandera ini, kecuali NKRI mengakui dan lepaskan kami dari negara kolonial Indonesia (Papua Merdeka)," tulis KKB Papua dalam siaran pers, Selasa (7/2/2023).
Sejatinya, penyanderaan warga asing bukan kali pertama terjadi di Papua. Pada 1995 silam, sekelompok peneliti asing juga disandera oleh kelompok serupa. Kopassus yang kala itu diterjunkan, berhasil membebaskan para sandera baik warga lokal maupun peneliti asing.
Keberhasilan Operasi Mapenduma
Berbicara operasi pembebasan sandera, nama Kopassus selalu menjadi terdepan dalam setiap operasi. Selain pembebasan sandera di pesawat Garuda yang dibajak teroris di Bangkok, Thailand, Kopassus juga mengukir tinta emas di medan tempur Papua.
Operasi militer Mapenduma yang dipimpin Prabowo Subianto, Danjen Kopassus kala itu berhasil membebaskan 26 peneliti yang tergabung dalam Ekspedisi Lorentz 95. Mereka disandera OPM pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya, Papua.
Sekelompok peneliti itu sedang melakukan ekspedisi selama tiga bulan mulai November 1995 hingga Januari 1996 di Taman Nasional Lorentz. Dari 26 sandera, tujuh orang di antaranya WNA yakni Inggris, Belanda dan Jerman.
Sisanya merupakan peneliti lokal dan porter. Operasi ini dimulai pada 8 Januari 1996 sejak dilaporkannya peristiwa penyanderaan tersebut dan berlangsung selama 129 hari.
Prabowo langsung menerjunkan pasukan Kopassus. Namun, sebelum melakukan operasi bersenjata, Prabowo terlebih dulu mengupayakan mediasi dengan menggandeng Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dan pihak lainnya.
Editor : Abriandi