JAKARTA, iNewsKutai - Konfrontasi Indonesia vs Malaysia yang didukung Inggris dan Australia menyisakan banyak kisah heroik. Bentang perbatasan Sabah-Sarawak sepanjang 1.200 kilometer di pedalaman Kalimantan menjadi saksi patriotisme personel TNI, salah satunya anggota Kopassus.
Dari sekian banyak kisah pertempuran, salah satu yang monumental adalah keberhasilan pasukan baret merah menyabotase kilang minyak Shell di Brunei. Tim kecil dipimpin perwira Kopassus, Letnan Sumbi berhasil memperdaya pasukan khusus Inggris SAS dan tentara bayaran Gurkha.
Tak banyak yang tahu sosok Letnan Sumbi. Namun sepak terjangnya di rimba belantara Kalimantan membuat pasukan khusus Inggris dan Australia ketar-ketir. Aksi heroiknya menyabotase kilang Shell hingga kini masih dikenang dan tidak terlupakan bagi tentara Inggris.
Operasi itu sejatinya berlangsung ketika konfrontasi dengan Malaysia berakhir. Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik dan normalisasi hubungan antara kedua negara.
Perjanjian perdamaian kedua negara kemudian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian. Meski telah berdamai namun Letnan Sumbi tetap melaksanakan misi operasinya menyusup ke Brunei.
"Satu regu kecil Kopassus yang dipimpin Letnan Sumbi menciptakan legenda perang rimba yang hingga kini dikenang di Brunei Darussalam,” dikutip dari buku “Kopassus untuk Indonesia” yang ditulis Iwan Santosa dan E.A. Natanegara.
Ketika itu, Letnan Sumbi bersama pasukannya berhasil menyusup ke wilayah Malaysia Timur. Intelijen Inggris yang mencium pergerakan Sumbi dan pasukannya langsung mengerahkan pasukannya. Mayor Alan Jenkins sebagai komandan tertinggi pasukan Inggris di Malaysia langsung mengerahkan 7 peleton pasukan Gurkha dan pasukan elite SAS Inggris melakukan pengejaran.
Pasukan Inggris kemudian melakukan penjebakan di sepanjang Sungai Kelalan. Letnan Sumbi dikunci dari berbagai arah, helikopter dan beberapa detasemen antitank juga sudah melakukan penguncian posisi.
Meski sudah dikepung oleh pasukan khusus yang dilengkapi persenjataan berat dan modern, Letnan Sumbi yang membagi pasukannya menjadi dua kelompok tetap mampu meloloskan diri menuju Brunei tanpa bisa ditemukan, pria Maanyan asal Desa Madara ini menghilang di tengah hutan rimba.
Perwira Kopassus yang pernah dilatih di Inggris ini kemudian melakukan sabotase terhadap penyulingan minyak di Brunei. Meski berhasil menjalankan misinya, sayangnya anak buahnya yang di kelompok kedua tertangkap pasukan SAS. Mereka kemudian dipaksa menunjukkan posisi Letnan Sumbi. Setelah diburu selama berbulan-bulan, Letnan Sumbi akhirnya tertangkap.
”Setelah pencarian besar-besaran oleh pasukan Inggris pada 3 September 1966, Letnan Sumbi berhasil ditangkap,” dikutip dari akun @hadi_saputra_miter.blogspot.com.
Pascakonfrontasi tersebut, Letnan Sumbi dikabarkan menghabiskan masa tugasnya sampai pensiun di Kota Buntok, Kalimantan dengan pangkat terakhir Mayor. Kehebatan Kopassus saat Operasi Dwikora juga diungkapkan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono.
Dalam pertempuran di belantara hutan Kalimantan, Kopassus berhasil mempermalukan Inggris. Di berbagai medan pertempuran, TNI berhasil membuat Rejimen Askar Melayu Diraja yang dibantu Inggris, Australia, Selandia Baru kewalahan.
Dalam buku biografi Benny Moerdani berjudul “Tragedi Seorang Loyalis” karya Julius Pour diceritakan bagaimana para sukarelawan dibantu TNI menangkap 12 orang dalam pertempuran di Kampung Long Jawi pada awal September.
Pertempuran juga terjadi di Kampung Sakilkilo dan Batugar, Sabah. Dalam pertempuran tersebut, satu peleton pasukan TNKU bersama TNI berhasil menewaskan sekitar 20 tentara Inggris dan Gurkha. Tidak hanya itu, pasukan Kujang 328/II Siliwangi juga berhasil menawan 34 pasukan Gurkha yang menyusup ke daerah Kapuas, Sambas.
”Ketika meletus konfrontasi Indonesia melawan Inggris pada hari Minggu 3 Mei 1964, perang gerilya membara di seluruh kawasan Kalimantan Utara (Sarawak, Sabah dan Brunei) sehingga menggoyahkan stabilitas dan mempermalukan pemerintahan kolonial Inggris di mata dunia selaku pemenang Perang Dunia II,” tulis Hendropriyono dalam buku biografinya berjudul “Operasi Sandi Yudha: Menumpas Gerakan Klandestein”
Editor : Abriandi